Demikian juga dengan kehidupan manusia di dunia ini. Jika hidup ini tidak
memiliki arah yang jelas dan benar, hanya akan menghabiskan usia tanpa memiliki
manfaat dan kemudian tersesat. Jadi, hidup ini harus memiliki arah atau tujuan
yang jelas dan benar. Lalu siapa yang mengetahui arah atau tujuan hidup yang
benar itu? Tentu yang mengetahui secara pasti adalah Allah Swt. Tuhan yang
menciptakan manusia.
Mahasuci Allah Swt yang tidak menghendaki manusia hidup dalam kesesatan.
Oleh karena itu, Dia memberikan arah yang jelas dengan cahaya petunjuk-Nya.
Allah Swt memberikan petunjuk mengenai tata cara mendekatkan diri kepada-Nya.
Sehingga kelak di akhirat dapat bertemu dengan-Nya dalam keadaan menjadi hamba
yang dikasihi-Nya. Allah Swt menghendaki hidup kita ini saling membantu, saling
membahagiakan, serta menanam berbagai amal kebaikan selama hidup di dunia.
Sebaliknya, Allah Swt tidak menghendaki manusia saling menyengsarakan dan
menyakiti satu sama lain.
Manusia yang dapat menjalani hidupnya dengan benar dan terarah akan merasakan
kebahagiaan dalam kehidupannya. Sebaliknya, mereka yang menjalani hidup tanpa
aturan dan seenaknya sendiri tentu akan lebih sering mengalami masalah,
kesulitan, dan kegelisahan. Orang yang tidak pernah mengindahkan aturan juga
bisa membuat orang lain di sekelilingnya merasa terganggu bahkan gelisah.
Jadi, petunjuk Allah Swt yang tertuang dalam kitab-kitab yang
diturunkan-Nya merupakan panduan untuk kebahagiaan manusia di dunia sampai akhirat.
Sekali lagi, kitab itu benar-benar berisi cara yang dapat membimbing kita untuk
meraih kebahagiaan. Sungguh rugi manusia yang tidak pernah membaca, memahami,
serta memegang teguh isi Kitab Suci itu. Sungguh rugi, sungguh rugi, dan
sungguh merugi.
A. Mutiara
Khazanah Islam
Kalian tentu sudah pernah mendapatkan pelajaran bahwa Allah Swt mempunyai
sifat berfirman (kalam). Nah,
sebagian dari firman-firman Allah itu tertuang atau tertulis dalam Kitab Suci
yang bisa kita baca dan kita pelajari. Karena kita yakin bahwa Allah Swt
memiliki sifat berfirman (kalam), kita
wajib meyakini keberadaan kitab-kitab yang telah diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya
tersebut. Untuk lebih memahami dan meningkatkan keyakinan akan kitab Allah
Swt., ikutilah pembahasan berikut!
1. Pengertian
Iman Kepada Kitab-kitab Allah Swt.
Iman kepada kitab Allah Swt berarti percaya dan yakin dengan sepenuh hati
bahwa Allah Swt telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Rasul-Nya. Ajaran
yang terdapat di dalam kitab tersebut disampaikan kepada umat manusia sebagai
pedoman hidup agar dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Diturunkannya
kitab-kitab Allah Swt ini merupakan anugerah bagi manusia. Mengapa demikian?
Manusia dikaruniai akal dan pikiran sehingga dapat mengkaji ilmu pengetahuan
yang ada di dalamnya. Kitab-kitab Allah Swt tersebut juga dapat memberi jalan
keluar terhadap setiap masalah dan kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Dengan
adanya kitab-kitab Allah Swt ini, manusia dapat membedakan mana yang benar (haq)
dan mana yang salah (batil), mana yang bermanfaat dan mana yang
mengandung mudharat (Keburukan).
Seandainya kita tidak mempunyai pedoman yang datangnya dari Allah
tentu kita tidak akan pernah mengetahui keberadaan, keesaan, dan keagungan
Allah Swt. Demikian juga dengan orang-orang terdahulu. Mereka mendapatkan
informasi mengenai keesaan Allah Swt melalui Kitab Allah Swt tersebut. Tanpa
dibimbing oleh Kitab Allah Swt, manusia juga akan melakukan penyembahan yang
sesat dan tindakan-tindakan sesuka hati. Tanpa Kitab Allah Swt sudah pasti akan
membuat manusia berada dalam kegelapan. Ibarat seseorang yang sedang yang
berjalan, manusia berjalan tanpa mengetahui arah dan tidak mempunyai tujuan.
Jika demikian, apa yang akan terjadi? Tentu pejalanan hidup ini akan tersesat.
Untuk
lebih memahami hal tersebut, perhatikanlah firman Allah dalam Q.S. al-Māidah
/5 : 16 berikut :
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ
سُبُلَ السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya :
“Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti
keridlaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya dan
menunjukkan ke jalan yang lurus.” (Q.S. al-Māidah /5 : 16)
2.
Nama-nama Kitab Allah Swt. dan Rasul Penerimanya
Ada 4
kitab yang diturunkan oleh Allah Swt ke dunia ini. Allah Swt juga memberikan
nama-nama untuk kitab-kitab-Nya tersebut. Secara berurutan mulai dari yang
pertama kali diturunkan hingga saat ini, keempat kitab yang wajib kita yakini
adalah : Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’ān.
a. Kitab Taurat
(diturunkan pada abad ke-12 SM)
Kitab Taurat
diwahyukan kepada Nabi Musa a.s pada abad ke-12 SM. Nama Taurat berarti
hukum atau syariat. Pada saat itu Nabi Musa a.s diutus oleh Allah Swt untuk
berdakwah kepada bangsa Bani Israil. Oleh karena itu, tepat sekali kalau kita
meyakini bahwa kitab Taurat diperuntukkan sebagai pedoman dan petunjuk
hidup bagi kaum Bani Israil saat itu. Adapun bahasa yang digunakan dalam kitab Taurat
adalah bahasa Ibrani.
Sebagai
muslim kita sangat meyakini akan keberadaan kitab Taurat ini. Kita
meyakini bahwa kitab Taurat benar-benar wahyu dari Allah Swt. Keyakinan
ini diperkuat oleh keterangan-keterangan yang ada di dalam al-Qur’ān.
Salah satunya adalah yang tertuang dalam firman Allah dalam Q.S.
al-Mu’minun/23
: 49 berikut ini :
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ لَعَلَّهُمْ
يَهْتَدُونَ
Artinya :
“Dan sungguh, telah Kami anugerahi kepada Musa a.s Kitab (Taurat), agar mereka
(Bani Israil) mendapat petunjuk. “ (Q.S. al-
Mu’minūn/23
: 49 )
Kitab Taurat
yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Musa a.s untuk bangsa Bani Israil
(kaum Yahudi) agar mereka senantiasa berada dalam jalan kebenaran. Perhatikan
kisah mengenai Nabi Musa a.s. mendapatkan wahyu dari Allah berikut :
Nabi
Musa a.s. Mendapatkan Wahyu dari Allah
Dengan
izin dan pertolongan Allah Swt, Nabi Musa a.s dan kaumnya dari bangsa Bani Israil
selamat dari kejaran Fir’aun. Mereka dapat menyeberangi Laut Merah. Setelah itu
Nabi Musa a.s membawa para pengikutnya menuju Bukit Sinai.
Kaum Bani
Israil meluapkan kegembiraan mereka karena dapat selamat dari kejaran Fir’aun
dan tentaranya. Saat itu, mereka benar-benar merasa merdeka dan bebas. Semula mereka
hidup terkekang karena menjadi budak bagi Fir’aun di Kerajaan Mesir. Sekarang situasinya
menjadi berbalik 180 derajat, mereka benar-benar bebas, merdeka, dan tidak ada
aturan yang perlu dipatuhi. Mereka meluapkan kegembiraan dengan berbagai cara.
Ada yang bersyukur kepada Allah Swt, namun ada yang melampiaskannya dengan
hanya bersuka ria.
Nabi Musa
a.s merenung dan berfikir. Beliau berkeinginan agar kehidupan bangsa Bani Israil
menjadi terarah dan memiliki aturan. Mereka tidak boleh hidup liar dan bebas
semaumaunya. Nabi Musa a.s kemudian berdiam diri dan bermunajat di salah satu
tempat yang berada di bukit Sinai untuk memohon petunjuk dari Allah Swt. Nabi
Musa a.s berzikir, “Maha Besar Engkau ya Allah, ampunilah aku dan terimalah
taubatku, dan aku menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu.”
Saat Nabi
Musa a.s terus berzikir dan kemudian merasa begitu dekat dengan Allah, diberikanlah
kepadanya petunjuk dan aturan berupa Kitab Taurat. Kitab itu berisi
panduan kehidupan untuk Nabi Musa a.s dan kaumnya agar hidupnya menjadi
terarah. Sumber: disarikan dari wikipedia
Adapun pokok-pokok ajaran yang ada dalam Kitab Taurat yang diturunkan di Bukit Sinai tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perintah untuk mengesakan Allah Swt.
2. Larangan menyembah patung/berhala.
3.
Larangan menyebut nama Allah Swt dengan sia-sia.
4.
Perintah menyucikan hari Sabtu.
5.
Perintah menghormati kedua orang tua.
6.
Larangan membunuh sesama manusia.
7.
Larangan berbuat zina.
8.
Larangan mencuri.
9.
Larangan menjadi saksi palsu.
10.
Larangan mengambil hak orang lain.
b. Kitab Zabur
(diturunkan pada abad ke-10 SM)
Kitab Zabur
diturunkan Allah Swt kepada Nabi Daud a.s untuk bangsa Bani Israil atau
umat Yahudi. Kitab ini diturunkan pada abad 10 SM di daerah Yerusalem. Adapun
kitab ini ditulis dengan bahasa Qibti.
Firman
Allah Swt. :
وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِمَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ وَآتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا
Artinya :
“Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang di langit dan di bumi. Dan sungguh,
Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian Nabi-nabi atas sebagian (yang
lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud. “ (QS. Al-Isrā/17 :55).
Kisah Nabi
Daud a.s dan kaumnya
Dikisahkan
bahwa rakyat di wilayah kerajaan Nabi Daud a.s hidup dalam keadaan damai dan
sejahtera. Atas perintah Allah Swt mereka malaksanakan ibadah pada hari Jum’at
dan bekerja pada hari-hari yang lain. Di sebuah wilayah yang bernama Kota
Aylah, masyarakatnya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Mereka ingin mengganti
hari ibadah ini menjadi hari Sabtu.
“Apa yang
terjadi pada kalian…?” kata Yahuda, “Aku lihat kalian bingung dan ragu. Bukankah
ini adalah wilayah kita? Bukankah kita yang paling tahu mengenai profesi kita
sebagai nelayan? Mari satukan langkah dan kita tentang peraturan pemerintah mengenai
hari beribadah ini, pokoknya ini demi kepentingan kita.”
“Benar
Yahuda.” sambung yang lain. “Kita harus bersatu untuk menyampaikan aspirasi ini
kepada Nabi Daud a.s, dia pasti setuju.”
Yahuda
berkata, “Kita mengganti hari peribadatan kita demi kepentingan pekerjaan kita.
Kita bekerja mulai hari Ahad sampai Jum’at, setelah mendapat ikan yang banyak, maka
di hari Sabtu kita beribadah. Dengan demikian pikiran kita saat beribadah menjadi
tenang. Begitu teman-teman, setuju….?” kata Yahuda meyakinkan. Mereka menjawab
dengan serempak, “Setuju…”
Ketika
sedang asyik membicarakan hal ini tiba-tiba Nabi Daud a.s datang. Mereka segera
keluar menemui Nabi Daud a.s. Kata Nabi Daud, “Apakah kalian hendak berpaling
dari perintah Allah Swt, dan menetapkan hukum sendiri yang bertentangan dengan
perintah-Nya”
“Nabiyullah,
untuk wilayah ini hari Jum’at tidak cocok untuk digunakan beribadah. Kami
bekerja keras selama seminggu hingga badan kami terlalu lelah untuk beribadah pada
hari Jum’at. Kami ingin melepas lelah pada hari Jum’at dan beribadah pada hari Sabtu,”
bantah salah seorang kaumnya.
“Bukankah
Allah Swt telah mengingatkan kita akan hari Sabtu, mengapa kalian ngotot untuk
beribadah pada hari itu?” Kata Nabi Daud a.s “Pokoknya kami hanya mau beribadah
pada hari Sabtu,” tegas Yahuda melawan.
“Saudara-saudara
sekalian, aku ingin mengingatkan kalian akan murka dan azab Allah Swt yang
sangat pedih. Kalian sudah sering mengkhianati nabi-nabi kalian sendiri. Kalian
gemar berbuat maksiat dan kemungkaran. Apakah kalian lupa dengan nikmat yang
telah Allah Swt anugerahkan?” Daud mengingatkan mereka.
Mendengar
nasihat ini Bani Israil terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok orang-orang
yang sadar. Kelompok kedua ialah mereka yang menentang. Mereka berpikir Nabi
Daud a.s tidak menghendaki mereka hidup sejahtera dan hanya mengfokuskan hidup
pada ibadah semata. Kelompok ketiga ialah kelompok yang kebingungan. Mereka memperhatikan
kelompok pertama, tetapi juga mencermati kelompok kedua. Akhirnya mereka
mengikuti kelompok yang menjanjikan harta dan kekayaan dunia pada mereka.
Tindakan
Bani Israil ini membuat Allah Swt murka. Allah Swt kemudian memerintahkan Nabi
Daud a.s untuk melarang orang-orang melaut pada hari Sabtu.
Hari-hari
berlalu, dikisahkan Amdan merupakan pemuda yang malas beribadah. Amdan sangat
gemas melihat ikan-ikan malah bergerombol di tepi pantai pada hari sabtu, hari
di mana mereka tidak diperbolehkan menangkap ikan. Amdan kemudian berpikir keras
hingga terbesit ide licik di kepalanya.
Ia membuat
jaring yang amat besar yang dapat menutupi hampir seluruh bibir pantai. Karena
ia dilarang melaut pada hari Sabtu, ia memasang jaring itu pada malam Sabtu
lalu mengambil jaring pada hari Ahad pagi.
Pada pagi
ahad yang telah ia nanti, Amdan memanggil semua nelayan agar ikut bersamanya ke
laut. Luar biasa! Mereka mendapatkan hasil yang amat melimpah. Nelayan yang
lain sampai terheran-heran dengan hasil tangkapan yang didapatkan. Nelayan lain
akhirnya mengikuti apa yang telah dilakukan Amdan. Namun, wilayah pemasangan
jaring di tepi pantai sebagian besar sudah dikuasai oleh Amdan. Mereka sadar
bahwa Amdan telah berlaku curang dengan memonopoli wilayah penangkapan ikan.
Nelayan-nelayan itu marah dan emosional. Kekacauan dan pertengkaran terjadi di
mana-mana. Mereka mengikuti hawa nafsunya untuk berebut harta benda.
Hingga
pada suatu malam yang sangat mencekam, langit nampak begitu menakutkan dan laut
seakan mengamuk. Tidak ada seorang pun yang berani keluar rumah. Setelah pagi
menjelang, angin bertiup lembut dan laut tampak tenang. Orang-orang keluar
untuk mencari nafkah, tetapi ada yang aneh di perkampungan orang-orang yang
ingkar itu jalanjalan tampak sepi dan semua rumah tertutup rapat. Mereka yang
ingkar itu berubah wujud menjadi kera yang hina. Penderitaan ini mereka alami
selama tiga hari, tanpa makan dan tanpa minum. Inilah balasan bagi mereka yang
durhaka dan sombong. Sumber: www.islamnyamuslim.com
c. Kitab Injil
(diturunkan pada abad ke-1 M)
Kitab Injil
diturunkan kepada Nabi Isa a.s pada permulaan abad 1 M. Kitab Injil
diwahyukan di daerah Yerusalem. Kitab ini ditulis pada awalnya dengan
menggunakan bahasa Suryani. Kitab ini menjadi pedoman bagi kaum Nabi Isa a.s.,
yakni kaum Nasrani.
Firman
Allah Swt.:
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ
وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
Artinya :
Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah. Dia memberiku Kitab (Injil)
dan Dia menjadikan aku seorang nabi.” (Q.S. Maryam/19 : 30)
Kitab Injil
berisi ajaran pokok yang sama dengan kitab-kitab sebelumnya. Namun, ada
yang menghapus sebagian ajaran Kitab Taurat yang sudah tidak sesuai
dengan zaman itu. Secara umum Kitab Injil berisi tentang :
1.
Perintah untuk kembali mengesakan Allah Swt.
2.
Membenarkan keberadaan Kitab Taurat.
3.
Menghapus beberapa hukum dalam Kitab Taurat yang tidak lagi sesuai dengan
perkembangan zaman.
4.
Menjelaskan bahwa kelak akan datang kembali rasul setelah Nabi Isa a.s., yaitu
Nabi Muhammad saw. (di samping ada di Kitab Injil, penjelasan ini juga
terdapat dalam Kitab Taurat)
Kitab Injil
menjadi pedoman bagi para pengikut agama Nasrani agar melaksanakan
hukum-hukum Allah Swt. yang dibawa oleh Nabi Isa a.s. Nabi Isa a.s mengajarkan
agar kaumnya taat kepada hukum-hukum Allah dan tidak terlena dengan gemerlap
harta dan dunia. Perhatikan kisah yang menarik berikut ini:
Kisah
Nabi Isa a.s dengan Temannya yang Serakah
Dikisahkan
pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan dengan seorang sahabatnya yang baru ia kenal.
Keduanya menelusuri tepi sungai dan membawa tiga potong roti. Roti itu dibagi
untuk Nabi Isa sepotong, untuk sahabat barunya sepotong, sehingga masih tersisa
satu potong roti.
Setelah
makan roti itu Nabi Isa pergi ke sungai untuk minum. Sekembalinya dari sungai, Nabi
Isa a.s mendapati sepotong roti tadi tidak ada. Ketika beliau bertanya kepada
sahabatnya, sang sahabat mengaku tidak tahu. Keduanya pun kembali melanjutkan
perjalanan.
Sesampai
di sebuah hutan, keduanya duduk untuk beristirahat. Nabi Isa a.s mengambil tanah
dan kerikil, kemudian beliau berkata, “Jadilah emas dengan izin Allah Swt.”
Tiba-tiba kerikil itu pun berubah menjadi emas. Kemudian Nabi Isa membagi emas
tersebut menjadi tiga bagian. “Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga, sedang
sepertiga ini akan kuberikan untuk orang yang mengambil roti tadi.”
Spontan
sahabat itu menjawab, “Akulah yang mengambil roti itu.” Nabi Isa a.s kemudian berkata,
“O ya, kalau begitu ambillah dua bagian ini untukmu.” Setelah itu keduanya pun berpisah.
Sahabat
itu merasa sangat gembira. Namun dalam perjalanan, dia dihadang oleh dua orang
perampok yang ingin membunuhnya. Sahabat Nabi Isa menawarkan, untuk membagi emas
yang dibawanya menjadi tiga asalkan ia tidak dibunuh. Kedua orang perampok
itupun setuju.
Lalu salah
seorang perampok menyuruh rekannya pergi ke pasar untuk berbelanja makanan.
Ketika sampai di pasar, orang yang berbelanja itu berfikir untuk apa membagi emas
itu menjadi tiga. Ia pun menaburkan racun ke dalam makanan agar temannya dan sahabat
Nabi Isa a.s mati dan ia pun dapat memiliki seluruh emas tersebut.
Tinggallah
sahabat Nabi Isa a.s bersama seorang perampok di hutan itu. Namun perampok yang
tinggal itu ternyata berpikiran sama seperti yang sedang pergi ke pasar. Ia
bersekongkol dengan sahabat Nabi Isa a.s tadi untuk membagi emas itu berdua
saja dan membunuh rekannya yang berbelanja makanan jika ia datang.
Ketika
orang yang berbelanja itu datang, ia pun langsung dibunuh, hartanya akan dibagi
dua. Karena merasa lapar keduanya pun menyantap makanan yang telah diberi racun
itu hingga mereka berdua mati.
Ketika
Nabi Isa a.s berjalan melewati hutan tersebut, beliau menemukan emas di samping
tiga mayat yang terbujur kaku. Beliau kemudian berkata “Inilah contoh orang
yang rakus terhadap harta dan dunia, maka berhati-hatilah kamu kepadanya.” Sumber:
www.republika.co.id
d. Kitab al-Qur’ān
(diturunkan pada Abad ke-7 M, kurun waktu tahun 611-632 M)
Kitab al-Qur’ān
merupakan kitab yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi dan Rasul yang
terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Kitab Suci al- Qur’ān diturunkan
Allah Swt sebagai penyempurna dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya.
Firman
Allah Swt. :
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا
لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ
Artinya:
“Dia menurunkan Kitab (al-Qur’ān) kepadamu (Muhammad) yang mengandung
kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan
Injil.” (Q.S. Ăli ‘Imrān/3 : 3)
Perhatikan
kisah Nabi Muhammad saw. saat menerima wahyu yang pertama berikut ini :
Wahyu
Pertama Nabi Muhammad Saw.
Ketika
Nabi Muhammad Saw berada di Gua Hira, datanglah malaikat Jibril seraya berkata,
“Bacalah!” Nabi Muhammad Saw berkata, “Sungguh, aku tidak pandai membaca.”
Malaikat
itu memegang Nabi Muhammad Saw dan mendekapnya sehingga beliau lemah. Kemudian
dilepaskan, lalu Malaikat itu berkata lagi, “Bacalah!” Muhammad menjawab, “Sungguh
aku tidak pandai membaca” Lalu Jibril mendekap beliau untuk yang kedua kalinya.
Lalu dilepaskan kembali, “Bacalah!” Maka, Muhammad berkata, “Sungguh aku tidak
pandai membaca.” Lalu malaikat itu memegang dan mendekap Muhammad untuk yang
ketiga kalinya, kemudian ia melepaskannya. Jibril lalu membacakan wahyu yang
pertama, Q.S. al-‘Alaq ayat 1-5.
Sumber:
Perjalanan Hidup Rasul
Setelah
wahyu pertama yang diturunkan di Gua Hira tersebut, turunlah wahyu-wahyu
berikutnya sampai seluruhnya diturunkan oleh Allah Swt. Secara umum pokok-pokok
ajaran yang terkandung dalam al-Qur’ān adalah :
1. Aqidah
(keyakinan), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan, seperti mengesakan
Allah Swt dan meyakini malaikat-malaikat Allah Swt.
2. Akhlak
(budi pekerti), yaitu berkaitan dengan pembinaan akhlak mulia dan menghindari
akhlak tercela.
3. Ibadah,
yakni yang berkaitan dengan tata cara beribadah seperti śalat, zakat,
dan ibadah yang lainnya.
4. Muamalah,
yakni berkaitan dengan tata cara berhubungan kepada sesama manusia.
5. Tarikh
(sejarah), yaitu kisah orang-orang dan umat terdahulu.
1. Kitab
Allah Swt sebagai Petunjuk bagi Manusia
Kitab-kitab
yang diturunkan Allah Swt kepada manusia melalui para utusan-Nya dimaksudkan
agar dijadikan petunjuk bahwa keberadaan manusia di muka bumi. Karena manusia
diciptakan oleh Allah Swt, maka hanya kepada-Nya manusia menyembah.
Allah Swt
menciptakan manusia dengan penciptaan yang sempurna. Manusia diberi akal, hati
nurani, dan nafsu. Hal ini dimaksudkan agar manusia bisa menjadi khalifah di
muka bumi sebagaimana tujuan diciptakannya. Berkaitan dengan hal ini, manusia
diberi petunjuk dan pedoman bagaimana harus menjalani kehidupannya di dunia.
Allah Swt
memberikan pedoman yang berisi hal-hal baik yang harus dilakukan dan
meninggalkan hal-hal buruk atau tercela. Pedoman dan aturan ini tidak
dimaksudkan untuk mengekang manusia, namun sebaliknya dimaksudkan agar
kebahagiaan manusia di dunia ini menjadi sempurna.
Kesempurnaan
kebahagiaan yang dimaksud adalah manusia dapat merasakan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
2. Al-Qur’ān
sebagai Kitab Suci Umat Islam
Al-Qur’ān merupakan
kitab suci dari Allah Swt yang terjamin kemurniannya. Maksudnya, sejak awal
diturunkan sampai sekarang bacaan al-Qur’ān dan isinya tidak mengalami
perubahan, baik penambahan maupun pengurangan.
Allah Swt
telah menjamin kemurnian al-Qur’ān ini sebagaimana tertuang dalam
firman-Nya :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ
لَحَافِظُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’ān dan pasti Kami (pula) yang
memeliharanya “. (Q.S. al-Hijr/15 : 9).
Al-Qur’ān tidak
hanya terjaga secara tertulis dalam mushaf seperti yang kamu lihat sehari-hari.
Al-Qur’ān juga terjaga dalam hati dan pikiran para penghafal al-Qur’ān
yang jumlahnya jutaan.
Dalam
sejarah tercatat bahwa al-Qur’ān tidak diturunkan sekaligus kepada
Rasulullah saw. Seluruh ayatayat al-Qur’ān diturunkan secara bertahap,
sedikit demi sedikit dan berangsur-angsur dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22
hari atau + 23 tahun.
Jumlah
surat dalam al-Qur’ān sebanyak 114 surat. Ditinjau dari masa turunnya,
surat yang diturunkan sebelum Rasulullah Saw hijrah ke Madinah dinamakan surah
Makiyyah sedangkan surat yang diturunkan setelah hijrah ke Madinah disebut
surah Madaniyyah.
Umat Islam
yang menjadikan al-Qur’ān sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari
sudah tentu akan menjadikan hidupnya terarah dan selamat sampai tujuan hidup
yang sebenarnya, tujuan hidup sebenarnya adalah bahagia di dunia dan bahagia di
akhirat. Sebagai umat Islam, kita harus mencintai al-Qur’ān dan bertekad
untuk menjaga serta mengamalkan isinya. Perhatikan kisah seorang penulis cerpen
dan mahasiswa berikut ini
Penulis
Cerpen dan Mahasiswa
Penulis
cerpen itu berkata, “Saya tidak habis pikir, mengapa orang-orang Islam sangat
emosional ketika mengetahui al-Qur’ān dibakar dan dihina oleh orang
lain. Bukankah yang dibakar itu hanya kertas, sedangkan sejatinya al-Qur’ān itu
masih murni tak terjamah dan tersimpan di al Lauh al Mahfuz?”
Suasana
menjadi hening, sang penulis pun lalu memamerkan salah satu cerpen karyanya.
Seketika itu ada salah seorang mahasiswa menghampirinya, dia berkata, “Pak,
bolehkah saya pinjam buku kumpulan cerpennya,” Penulis itu menjawab, “Tentu
saja, bahkan ini adalah buku kumpulan cerpen paling bagus yang pernah saya buat.”
Setelah
menerima buku tersebut, lalu mahasiswa itu merobek beberapa halaman. Dengan
emosional penulis itu berkata, “Lho, saya pinjamkan buku ini untuk kamu baca,
mengapa malah kamu robek? Anda sudah memancing emosi saya?”
Sambil
tersenyum mahasiswa itu menjawab, “Bukannya ini hanya sekedar kertas, Pak?
Sejatinya isi cerpen itu kan ada di benak dan pikiran Bapak. Mengapa Bapak juga
emosional? Tahukah bapak kalau al-Qur’ān diturunkan Allah Swt kepada
manusia untuk dibaca, bukan untuk dibakar-bakar”
Penulis
cerpen itu tersenyum, lalu meminta maaf atas kekeliruan yang dikatakannya tadi.
Sumber:
Penulis
3.
Perbedaan Kitab dengan Suhuf
Wahyu-wahyu
Allah Swt yang diterima oleh para rasul dalam perkembangannya ada yang
dibukukan berbentuk kitab dan ada yang tidak dibukukan atau berbentuk suhuf yaitu
lembaran-lembaran terpisah. Namun, keduanya sama-sama berisi firman Allah Swt
yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul.
Keterangan
yang menyatakan bahwa suhuf itu benar adanya adalah firman Allah Swt
berikut ini :
إِنَّ هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الأولَى (١٨)
صُحُفِ
إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى (١٩)
Artinya
:“Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab
Ibrahim dan Musa.” (Q.S. al-A’lā/87 : 18 – 19 ).
Secara
rinci para Nabi dan Rasul yang menerima Suhuf dari Allah Swt adalah :
a. Nabi
Ibrahim menerima 10 suhuf.
b. Nabi
Musa menerima 10 suhuf.
Kitab dan Suhuf
mempunyai persamaan dan juga perbedaan. Persamaannya adalah keduanya
sama-sama firman Allah Swt yang diturunkan kepada para rasul-Nya. Adapun
perbedaan antara kitab dan
suhuf
antara lain :
a. Isi
kitab lebih lengkap daripada isi suhuf.
b. Bentuk
dari kitab sudah dibukukan, sedangkan suhuf masih berbentuk lembaran-lembaran
yang terpisah.
c. Kitab
biasanya berlaku lebih lama daripada suhuf.
4. Hikmah
Beriman kepada Kitab Allah Swt.
Allah Swt
menurunkan kitab-kitab-Nya di dunia ini dengan cara diwahyukan kepada Rasul-Nya.
Tentunya hal ini dapat memberikan hikmah atau manfaat bagi kehidupan manusia
dan makhluk Allah Swt di alam semesta ini. Manusia yang mengaku beriman harus
berusaha mengambil hikmah dari kitab-kitab
Allah Swt tanpa meragukannya. Adapun hikmah yang dapat diambil dari adanya
kitab-kitab Allah sebagai berikut:
1. Memberikan petunjuk kepada manusia mana yang benar dan mana yang salah.
2. Pedoman agar manusia tidak berselisih dalam menentukan kebenaran.
3. Memberikan informasi sejarah kehidupan orang-orang terdahulu. Hal
ini bisa menjadi pelajaran hidup yang berharga bagi umat manusia saat ini.
4. Manusia dapat mengetahui betapa besarnya perhatian dan kasih sayang
Allah Swt kepada para hamba dan makhluk-Nya.
5. Manusia yang beriman akan dapat mengetahui dan membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, karena di dalam kitab dijelaskan tentang perilaku
yang baik dan buruk.
6. Mensyukuri segala anugerah dan nikmat Allah Swt, termasuk pemberian
petunjuk yang benar melalui kitab-kitab-Nya.
7. Hati manusia menjadi lebih tenteram dan menambah ilmu pengetahuan.
8. Memiliki sikap toleransi yang tinggi karena kitab-kitab Allah Swt
memberikan penjelasan tentang penanaman sikap toleransi, saling menghormati,
dan menghargai orang lain bahkan pemeluk agama lain.
9. Meningkatkan kesabaran dalam menerima cobaan, ujian, dan musibah yang
menimpa pada dirinya.
B. Kisah
Teladan
Kisah
Luqman al-Hakim dan anaknya pergi ke Pasar
Luqman
al-Hakim adalah orang yang disebut di dalam al-Qur’ān surah Luqman.
Beliau terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Nama panjangnya ialah
Luqman bin Unaqa’ bin Sadun. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa beliau
merupakan pria bertubuh tidak tinggi dan berhidung mancung dari daerah Nubah
(suatu daerah yang posisinya di sebelah utara Sudan dan di sebelah selatan
Mesir). Ada pula yang berpendapat bahwa beliau berasal dari Sudan, dan ada pula
yang menerangkan bahwa Luqman adalah seorang hakim di zaman Nabi Daud a.s.
Dalam
sebuah riwayat dikisahkan bahwa pada suatu hari Luqman al-Hakim bersama anaknya
pergi ke pasar dengan menunggangi (keledai). Ketika itu Luqman menunggangi himar
sementara anaknya mengikuti di belakangnya dengan berjalan kaki. Melihat
tingkah laku Luqman itu, ada orang yang berkata, “Lihat itu orang tua yang
tidak merasa kasihan kepada anaknya, dia enak-enak menunggangi himar sementara
anaknya disuruh berjalan kaki.” Setelah mendengarkan gunjingan orangorang, maka
Luqman pun turun dari himarnya itu lalu anaknya diletakkan di atas himar tersebut.
Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, “Hai, kalian lihat
itu ada anak
yang
kurang ajar. Orang tuanya disuruh berjalan kaki, sedangkan dia enak-enaknya
menunggangi himar.”
Setelah
mendengar kata-kata itu, Luqman dan anaknya bersama sama menunggangi himar itu.
Kemudian orang-orang juga ribut menggunjing, “Hai teman-teman, lihat itu ada
dua orang menunggangi seekor himar. Kelihatannya himar itu sangat
tersiksa, kasihan ya.” Karena tidak suka mendengar gunjingan orang-orang, maka
Luqman dan anaknya turun dari himar itu. Kemudian terdengar lagi suara
orang berkata, “Hai, lihat itu, ada dua orang berjalan kaki, sedangkan himar
itu tidak ditunggangi. Untuk apa mereka bawa himar kalau akhirnya
tidak ditunggangi juga.”
Ketika Luqman
dan anaknya dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman al-Hakim menasihati
anaknya tentang sikap orang-orang dan keusilan mereka tadi. Luqman berkata,
“Sesungguhnya kita tidak bisa terlepas dari gunjingan orang lain.” Anaknya
bertanya, “Bagaimana cara kita menanggapinya, Ayah?” Luqman meneruskan
nasihatnya, “Orang yang berakal tidak akan mengambil pertimbangan melainkan
hanya kepada Allah Swt. Barang siapa mendapat petunjuk kebenaran dari Allah
Swt, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam mengambil keputusan.”
Kemudian
Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, “hai anakku, carilah rizki yang
halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya orang fakir itu akan
tertimpa tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah
akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya
(kepribadiannya). Lebih dari sekedar tiga perkara itu, orang-orang yang suka
merendah-rendahkan dan menyepelekannya.”
Sumber :
Wikipedia
Rangkuman
1. Iman
kepada kitab Allah Swt berarti percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa
Allah Swt telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Rasul-Nya untuk
disampaikan kepada seluruh umat manusia. Kitab-kitab itu merupakan pedoman
hidup bagi manusia agar dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2. Beriman
kepada Kitab-kitab Allah Swt yang telah diturunkan kepada para Rasul-Nya
hukumnya wajib.
3. Jika
ditinjau dari segi masa turunnya, kitab yang diturunkan oleh Allah Swt di dunia
ada 4 kitab, yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’ān.
4. Kitab Taurat
diturunkan Allah Swt kepada Nabi Musa, kitab Zabur diturunkan Allah
Swt kepada Nabi Daud a.s untuk kaum Yahudi, kitab Injil diturunkan
kepada Nabi Isa a.s hanya untuk kaum Nasrani. Kitab al-Qur’ān merupakan
kitab yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw untuk seluruh umat
manusia di dunia. Kitab Suci al-Qur’ān diturunkan Allah sebagai
penyempurna dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya.
5.
Keutamaan al-Qur’ān, yaitu: isi kandungannya lengkap karena mencakup segala
aspek kehidupan; isinya sesuai dengan perkembangan zaman; susunan bahasanya
yang sangat indah; membaca dan mendengarkannya merupakan ibadah; memuliakan
akal pikiran manusia; menjadi penawar penyakit; membenarkan keberadaan
kitab-kitab Allah Swt. yang terdahulu dan menyempurnakan hukum-hukumnya;
sebagai mukjizat Nabi Muhammad Saw yang paling besar; tidak pernah mengalami
perubahan karena terpelihara kemurniannya hingga akhir zaman; dan memadukan antara
ilmu, iman, dan amal-perbuatan.
6. Orang
yang beriman kepada Kitab Allah Swt akan senantiasa meyakini bahwa ajaran Allah
itu adalah untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
0 comments:
Post a Comment