Betapa nikmatnya orang yang sedang berbuka puasa. Apakah kalian pernah
merasakan kenikmatan tersebut? Seharian kita menahan lapar dan haus; nikmatnya,
begitu tiba saatnya berbuka. Alhamdulillah lapar dan haus terobati.
Apa yang bisa kita rasakan pada saat kita menjalankan ibadah puasa?
Puasa bukan hanya menahan makan dan minum. Banyak orang di sekeliling kita
berpuasa. Mereka beramai-ramai sahur di waktu sebelum fajar tiba, lantas
menahan lapar dan haus di siang harinya. Seharian mereka tidak makan dan minum,
begitu mendengar azan Magrib dikumandangkan, tuntas sudah puasa pada hari itu.
Semudah itukah kita melaksanakan puasa? Ternyata selain menahan makan
dan minum kita yang berpuasa juga harus dapat menahan diri dari segala
perbuatan yang mengandung dosa. Lebih jauh lagi kita harus meninggalkan
perkara-perkara yang dapat merugikan orang lain, seperti mencuri, korupsi, atau
mengambil setiap hak orang lain.
Puasa adalah momen yang paling tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah
Swt. Apalagi puasa di bulan Ramadan, setiap pahala dilipatgandakan seribu kali
lipat. Apakah kita tidak rugi jika tidak berpuasa? Bekerja pun bernilai ibadah
manakala diniatkan dengan benar. Para petani yang mengayunkan cangkulnya di
saat puasa lebih baik daripada yang hanya tidur dari pagi sampai petang.
Jadi, dengan melaksanakan puasa memberikan kesempatan kepada kita
untuk menambah amal ibadah. Kita juga memohon ampun atas dosa-dosa yang telah kita
perbuat selama ini baik yang kita sengaja maupun yang tidak kita sengaja. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mutiara
Khazanah Islam
Puasa merupakan rukun Islam yang keempat. Puasa berasal dari kata “śaumu” yang artinya menahan diri dari segala sesuatu, seperti: menahan makan,
minum, hawa nafsu, dan menahan dari bicara yang tidak bermanfaat.
Sedangkan arti puasa menurut istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu
yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan
niat dan beberapa syarat tertentu, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
...
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ
الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ .... (١٨٧)
Artinya:
“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang
putih dan benang hitam, yaitu fajar...”(Q.S. al-Baqārah/2 :187)
Setiap orang yang percaya kepada Allah Swr diwajibkan untuk berpuasa
di bulan Ramadan sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(١٨٣)
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(Q.S. al-Baqārah/2 : 183)
Dari ayat tersebut, sudah jelas bahwa puasa itu diwajibkan bagi
orangorang yang beriman dengan tujuan agar menjadi orang yang bertakwa.
1. Puasa
Wajib
Puasa wajib adalah, puasa yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Islam
yang sudah balig dan apabila
ditinggalkan akan mendapat dosa. Adapun macam-macam puasa wajib ada empat
yaitu:
a. Puasa
Ramadan
Puasa Ramadan adalah puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadan yang
merupakan rukun Islam keempat. Puasa wajib ini mulai diperintahkan pada tahun
kedua hijrah, setelah Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah. Hukumnya adalah fardu ‘ain. Oleh karena itu, jangan sekali-kali meninggalkan puasa Ramadan tanpa
adanya halangan yang dibenarkan menurut syariat. Apabila sedang berhalangan
melaksanakan puasa Ramadan, kita wajib menggantikannya pada hari yang lain.
Agar puasa kita menjadi lebih sempurna dan bermakna, marilah kita pahami
ketentuan-etentuannya.
1) Syarat wajib puasa
Orang Islam berkewajiban untuk melaksanakan puasa apabila memenuhi
syarat sebagai berikut:
a) berakal,
b) balig, dan
c) mampu berpuasa.
2) Syarat sahnya puasa
Di samping syarat wajib ada syarat lain agar puasa kita menjadi sah, antara
lain:
a) beragama Islam,
b) mumayiz (sudah dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik),
c) suci dari darah haid dan nifas, dan
d) dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
3) Rukun puasa
Orang yang akan melaksanakan puasa harus memenuhi rukun puasa antara
lain yaitu:
a) Niat untuk berpuasa
Ketika hendak berpuasa di bulan Ramadan, lakukan niat di dalam hati
dengan ikhlas. Apabila diucapkan, maka niat puasa tersebut adalah sebagai
berikut :
نَوَيْتُ
صَوْمَ غَدٍّ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هٰذِهِ السَّنَةِ فَرْضًا لِلّٰهِ
تَعَالَى
Artinya:
“Saya berniat puasa Ramadan esok hari untuk menjalankan kewajiban
di bulan Ramadan tahun ini karena mentaati perintah Allah Ta’ala.”
Niat untuk melaksanakan puasa dilakukan pada malam hari sebelum memulai
puasa dan selambat-lambatnya sebelum terbit fajar. Untuk menjaga agar niat
puasa ini tidak terlewatkan, kita boleh mengucapkan niat puasa ini setelah
selesai śalat tarawih.
b) Menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbit
fajar sampai terbenamnya matahari.
4) Hal-hal yang membatalkan puasa
Berpuasa merupakan bentuk ibadah kita kepada Allah Swt. Untuk itu kita
harus berhati-hati dalam melaksanakannya. Ada enam perkara yang bisa
membatalkan puasa kita, yaitu:
a) Makan dan minum
Makan dan minum yang membatalkan puasa adalah apabila dilakukan dengan
sengaja. Kalau makan minum dilakukan dengan tidak sengaja karena lupa, hal ini
tidak membatalkan puasa.
b) Muntah yang disengaja atau dibuat-buat
Apabila muntahnya tidak sengaja, tidak membatalkan puasa.
c) Berhubungan suami istri
Orang yang melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan
Ramadan dapat membatalkan puasanya. Ia wajib mengganti puasa itu serta harus
membayar kifarat (denda). Ada tiga
macam kifaratnya, antara lain:
memerdekakan hamba sahaya, kalau tidak sanggup memerdekakan hamba sahaya maka
wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, kalau tidak kuat berpuasa maka
bersedekah dengan memberikan makanan yang mengenyangkan kepada enam puluh fakir
miskin dan tiap-tiap orang mendapatkan ¾ liter beras atau yang setara.
d) Keluar darah haid atau nifas bagi
perempuan
e) Gila atau sakit jiwa
f) Keluar cairan mani dengan sengaja
5) Hal-hal yang disunnahkan dalam
puasa
Orang yang sedang berpuasa disunnahkan untuk
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) berdoa ketika berbuka puasa,
b) memperbanyak sedekah,
c) śalat malam, termasuk śalat
tarawih, dan
d) tadarus atau membaca al-Qur’ān.
6) Hal-hal yang mengurangi pahala puasa
Hal yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa adalah semua
perbuatan yang dilarang oleh Islam. Contohnya membicarakan kejelekkan orang
lain, berbohong, mencaci maki orang lain, dan sebagainya.
7) Orang-orang yang boleh berbuka pada bulan Ramadan
Berpuasa adalah kewajiban bagi setiap muslim. Akan tetapi, dalam keadaan
tertentu boleh tidak berpuasa. Adapun orang-orang yang diperbolehkan
meninggalkan puasa sebagai berikut:
a) Orang yang sedang sakit dan tidak kuat untuk berpuasa atau apabila berpuasa
sakitnya semakin parah. Namun, ia harus menggantikannya di hari lain apabila
sudah sembuh nanti.
b) Orang yang sedang dalam perjalanan jauh. Ia pun wajib mengqada puasanya di
hari lain.
c) Orang tua yang sudah lemah sehingga tidak kuat lagi untuk berpuasa.
Ia wajib membayar fidyah, yakni bersedekah
tiap hari ¾ liter berasatau yang sama dengan itu kepada fakir miskin.
d) Orang yang sedang hamil dan menyusui anak. Kedua perempuan ini kalau
khawatir akan menjadi mudarat kepada
dirinya sendiri atau beserta anaknya mereka wajib mengqada puasanya sebagaimana orang yang sedang sakit. Kalau hanya khawatir
akan menimbulkan mudarat bagi anaknya, ia wajib mengqada puasanya dan membayar fidyah kepada
fakir miskin.
b. Puasa Nazar
Puasa nazar adalah puasa yang
dilakukan karena mempunyai nazar (janji kebaikan
yang pernah diucapkan). Puasa ini wajib dilaksanakan ketika keinginannya atau
cita-citanya terpenuhi.
Misalnya, kamu ingin sekali lulus SMP dan memperoleh predikat 10 besar
di sekolah. Jika keinginan mulia itu terwujud kamu berjanji untuk puasa 3 hari.
Nah, ketika cita-cita itu ternyata terpenuhi, maka janji (nazar) untuk berpuasa 3 hari tersebut harus segera kamu laksanakan.
Nazar harus berupa amal kebaikan. Kita tidak boleh bernazar dengan amal keburukan atau maksiat. Jika seseorang kelepasan bernazar untuk berbuat maksiat kepada Allah Swt, maka hal tersebut tidak wajib
bahkan tidak boleh dilakukan, bahkan ia harus beristigfar
memohon ampun kepada Allah atas nazar berbuat maksiat tadi.
Adapun hukum puasa nazar adalah
wajib dilaksanakan sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut:
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ
شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا (٧)
Artinya:
”Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya
merata di mana-mana”. (Q.S. al-Insān/76:7)
c. Puasa Qada
Puasa qada adalah puasa yang
kita niatkan untuk mengganti kewajiban sesudah lewat waktunya. Sebagai contoh
orang yang meninggalkan puasa karena sedang haid, berkewajiban mengganti puasa
tersebut di bulan yang lainnya. Apabila meninggalkan puasanya enam hari, wajib
baginya mengqada enam hari (sebanyak jumlah hari yang ditinggalkan).
Batas waktu untuk mengqada puasanya adalah sampai datang bulan puasa
berikutnya. Apabila tidak dilakukan, ia wajib mengqada serta membayar fidyah.
d. Puasa kifarat
Puasa kifarat adalah puasa yang wajib dikerjakan karena melanggar suatu
aturan yang telah ditentukan. Puasa kifarat wajib
dilaksanakan apabila terjadi hal-hal berikut:
1) Tidak mampu memenuhi nazar
Nazar merupakan janji yang wajib dipenuhi oleh seseorang. Namun kadangkala
seseorang tidak sanggup memenuhi janji tersebut karena ada halangan. Contoh:
Seseorang berjanji jika sembuh dari sakit, ia akan melaksanakan umrah. Apabila
sakit yang dideritanya sudah sembuh, maka dia wajib melaksanakan umrah. Namun,
saat itu dia belum mempunyai ongkos untuk pergi umrah. Maka, dia boleh
menggantinya dengan membayar fidyah kepada
sepuluh orang miskin. Jika tidak mampu membayar fidyah, dia wajib berpuasa selama tiga hari.
2) Berkumpul dengan istri pada siang hari di bulan Ramadan
Dalam kasus semacam ini orang tersebut wajib melaksanakan puasa kifarat selama dua bulan berturut-turut.
3) Membunuh secara tidak sengaja
Membunuh merupakan perbuatan keji yang dilarang oleh Allah Swt dan
termasuk dosa besar. Namun, sering kali terjadi kasus terbunuhnya seseorang
namun sebenarnya pelakunya tidak menginginkan hal itu terjadi. Contohnya:
seorang pengemudi sudah berhati-hati saat mengendarai mobil, namun tiba-tiba
ada seseorang yang menyeberang jalan dan tertabrak sehingga penyeberang itu tak
tertolong nyawanya. Dalam kasus semacam ini penabrak wajib membayar kifarat berupa
memerdekakan hamba sahaya sambil memberikan santunan kepada pihak
korban. Jika tidak mampu, dia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
4) Melakukan zihar kepada
istrinya (menyamakan istri dengan ibunya)
Seorang suami yang menyamakan istri dengan ibunya hukumnya haram.
Contoh perilaku menyamakan adalah seorang suami tidak mau melakukan hubungan
suami istri (memberi nafkah batin) karena ketika melihat istrinya seperti
melihat ibunya. Perlakuan suami seperti ini tentu sangat menyakiti hati dan
perasaan istrinya. Hal ini sangat dilarang oleh Allah Swt. Apabila perbuatan
ini sudah telanjur, maka suami tersebut harus membayar kifarat dengan
memerdekaan hamba sahaya atau berpuasa dua bulan berturut-turut.
5) Mencukur rambut ketika ihram
Ketika sedang melaksanakan ibadah haji, seorang jamaah haji sudah mencukur
rambut sebelum tahalul. Maka, jamaah haji
tersebut harus membayar kifarat berupa memberikan sedekah kepada enam fakir miskin
atau berpuasa tiga hari.
6) Berburu ketika ihram
Pada saat seseorang melaksanakan haji, dia tidak boleh berburu binatang.
Jika hal itu dilakukan, maka dia wajib membayar kifarat karena berburu binatang
merupakan salah satu dari larangan haji. Bentuk kifaratnya ditentukan oleh
keputusan hakim yang dinilai jujur.
7) Mengerjakan haji dan umrah dengan cara tamattu’
atau qiran
Dalam hal ini ia wajib membayar denda sebagai berikut: menyembelih seekor
kambing yang pantas untuk berqurban. Apabila tidak sanggupmemotong kambing, ia
wajib melaksanakan puasa selama sepuluh hari. Tiga hari wajib ia kerjakan pada
saat ihram paling lambat pada
hari raya Haji dan tujuh harinya wajib dilaksanakan sesudah ia kembali ke tanah
airnya.
2. Puasa Sunnah
Selain diperintahkan untuk melaksanakan puasa wajib, kita juga dianjurkan
untuk melaksanakan puasa sunnah. Cara
mengerjakannya sama seperti melaksanakan puasa Ramadan, yaitu dimulai dari
terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Dalam pelaksanaanya puasa sunnah ini
dikaitkan dengan bulan, hari, dan tanggal. Puasa sunnah ini apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala. Namun, apabila tidak
dikerjakan tidak mendapat dosa.
Berikut ini akan diuraikan puasa yang disunnahkan untuk dilaksanakan selain puasa wajib, yaitu:
a. Puasa Syawal
Puasa ini dilaksanakan sesudah tanggal 2 Syawal. Jumlahnya
ada enam
hari. Cara mengerjakannya boleh dikerjakan enam hari
berturut-turut atau
boleh juga dilaksanakan dengan cara berselang-seling.
Misalnya sehari
puasa sehari tidak. Hal ini berdasarkan hadis sebagai
berikut:
عَنْ أَبِى أَيُّوْبٍ عَنْ رَسُوَلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ سَوَّالٍ
فَذٰلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ (رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ اِلَّا الْبُخَارِيُّ
وِالنَّسَاءِ)
Artinya :“Dari Abu Ayub, dari Rasulullah saw. berkata : siapa
berpuasa Ramadan kemudian mengikutinya dengan berpuasa 6
hari di bulan Syawal, yang demikian itu (pahalanya) seperti puasa
setahun.” (H.R. Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i).
b. Puasa Arafah (Tanggal 9 Zulhijjah)
Puasa ini dilaksanakan ketika orang yang melaksanakan
ibadah haji sedang wukuf di Padang Arafah. Sedangkan orang yang menunaikan
ibadah haji tidak disunnahkan melaksanakan puasa ini.
Keistimewaan puasa Arafah ini dapat menghapus dosa selama dua
tahun: yaitu satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang sebagaimana
tertuang dalam Hadis berikut:
عَنْ اَبِى قَتَادَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يَكْفُرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً
وَمُسْتَقْبِلَةً (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Artinya: “ Dari Abu Qatadah, nabi saw., telah berkata,” puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun: satu tahun yang telah
lalu, dan satu tahun yang akan datang.”(H.R.Muslim)
c. Puasa Hari Senin dan Kamis
Puasa hari Senin dan Kamis adalah puasa sunnah yang
dilaksanakan pada hari Senin dan Kamis. Sebagaimana Hadis berikut:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ كُلُّ اثْنَيْنَ وَخَمِيْسٍ فَأٌحِبُ أَنْ
يُّعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِمٌ (رَوَاهُ اَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ)
Artinya : “Rasulullah bersabda : Ditempakan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis dan aku senang amalku ditempakan, maka aku berpuasa”. (H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi)
3. Waktu
yang diharamkan untuk berpuasa
Allah Swt. Maha Adil dan Maha Bijaksana. Dalam waktu-waktu tertentu kita
dilarang berpuasa. Adapun waktu yang diharamkan untuk berpuasa adalah:
a. Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
b. Hari tasyrik yaitu tanggal 11,
12 dan 13 Zulhijah
c. Hari yang diragukan (apakah sudah tanggal satu Ramadan atau belum)
4. Hikmah
Berpuasa
Orang muslim yang senantiasa melaksanakan puasa akan mendapatkan banyak
manfaat, antara lain:
a. Meningkatkan iman dan takwa serta mendorong seseorang untuk rajin
bersyukur kepada allah Swt. Ini merupakan tujuan utama orang yang berpuasa.
b. Menumbuhkan rasa solidaritas terhadap sesama terutama kasih sayang
terhadap fakir miskin.
c. Melatih dan mendidik kesabaran dalam kehidupan sehari-hari karena
orang yang berpuasa terdidik menahan kelaparan, kehausan, dan keinginan.
Tentulah dengan sabar ia dapat menahan segala kesulitan tersebut.
d. Dapat mengendalikan hawa nafsunya dari makan minum dan segala yang
membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
e. Mendidik diri sendiri untuk bersifat sidiq karena dengan berpuasa dapat menjaga diri dari sifat pendusta. Sifat
ini dapat menghilangkan pahala puasa.
f. Dengan berpuasa kita juga memberikan waktu istirahat bagi
organorgan yang ada di tubuh kita. Sehingga tidak mengherankan bahwa orang yang
berpuasa akan menjadi lebih sehat.
Kisah
Teladan
Presiden dan Ibu Negara yang Suka Berpuasa
B.J. Habibie adalah Presiden RI ke-3. Habibie merupakan
anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan
R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan Bugis
(Sulawesi Selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A.
Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti
Marini Puspowardojo adalah anak seorang dokter spesialis mata di Yogyakarta,
dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pendidik. B.J. Habibie adalah
salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.
B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada
tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie
dan Thareq Kemal Habibie. B.J. Habibie bersama istrinya merupakan pasangan
suami istri yang dapat diteladani. Mereka adalah pasangan yang saling
menyayangi, setia, dan mampu mendidik putra-putrinya dengan pendidikan yang
baik. Di balik itu semua, ternyata B.J. Habibie dan Ibu Ainun adalah
suami-istri yang samasama rajin puasa Sunnah Senin dan Kamis. Bahkan menurut Pak Habibie, Ibu Ainun
lebih dahulu dan lebih rajin menjalankannya.
Dalam suatu kesempatan Pak Habibie mengatakan, “Dengan
berpuasa Senin Kamis, saya menjadi tenang. Meskipun saya punya berbagai masalah
dalam hidup, saya tak pernah risau. Dan, salah satu keajaiban dari puasa Senin Kamis
adalah saya selalu menemukan solusi yang tepat ketika memikirkan sesuatu yang
menuntut saya untuk bertanggung jawab.”
Sumber : Hidup yang Serba Dahsyat dengan Puasa Senin Kamis
Rangkuman
1. Menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala
sesuatu yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari dengan niat dan beberapa syarat tertentu.
2. Puasa wajib ada empat yaitu: puasa di bulan Ramadan,
puasa kifarat,
puasa qada,
dan puasa nazar.
3. Syarat wajib puasa adalah berakal, balig, dan
mampu untuk melakukan puasa.
4. Syarat sahnya puasa adalah Islam, mumayiz, suci
dari darah haid dan nifas, dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
5. Rukun puasa adalah niat untuk berpuasa dan menahan diri
dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari.
6. Hal-hal yang membatalkan puasa adalah makan dan minum
dengansengaja, muntah yang disengaja, berhubungan suami istri, keluar darah haid
atau nifas bagi perempuan, gila, dan keluar cairan mani dengan sengaja.
7. Orang-orang yang boleh berbuka pada bulan Ramadan
adalah orang yang sedang sakit, orang yang sedang dalam perjalanan jauh, orang
tua yang sudah lemah dan tidak kuat lagi untuk berpuasa, orang yang sedang
hamil dan menyusui anak.
8. Ketentuan Puasa sunnah
Puasa sunnah ini apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, tetapi jika
tidak dikerjakan tidak mendapat dosa. Contoh puasa sunnah adalah
puasa enam hari pada bulan Syawal, puasa hari Arafah, dan puasa hari Senin Kamis.
9. Waktu yang diharamkan untuk berpuasa
Adapun hari yang diharamkan untuk berpuasa adalah: hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha, hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah dan
hari yang diragukan (apakah sudah tanggal satu Ramadhan atau belum).
10. Hikmah Berpuasa
a. Meningkatkan iman dan takwa dan mendorong seseorang
untuk rajin bersyukur kepada Allah Swt yang merupakan tujuan utama orang yang berpuasa.
b. Menumbuhkan rasa solidaritas terhadap sesama terutama
kasih sayang terhadap fakir miskin.
c. Melatih dan mendidik kesabaran dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Dapat mengendalikan hawa nafsu.
0 comments:
Post a Comment