Pages

Saturday, 10 April 2021

Mengasah Pribadi yang Unggul dengan Tata Krama, Santun, dan Malu


DownloadPAI Kelas 9 BAB 9

Pernahkah kamu melihat orang yang berperilaku seenaknya sendiri dan tidak mau menghargai orang lain sama sekali. Orang semacam ini tidak dapat menempatkan diri dalam pergaulan sehari-hari. Sebagai contoh, anak muda harus bertata krama dengan menjaga ucapan yang santun kepada orang yang lebih tua. Hal semacam inilah yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah saw. kepada kita.

Sejarah mencatat bahwa Rasulullah saw. memiliki akhlak yang agung. Sebagai umat Islam, kita harus meneladani akhlak beliau. Oleh karena itu sudah seharusnya kita menghiasi diri dengan akhlak mulia. Akhlak mulia merupakan cerminan kesempurnaan iman seseorang. Makin sempurna iman seseorang akhlaknya akan makin baik pula.

Mari kita lihat lingkungan sekitar, banyak orang berperilaku buruk dalam kehidupannya. Mereka melakukan dosa dan maksiat tanpa rasa malu. Lalu, apakah mereka akan hidup bahagia? Jawabannya tentu tidak, justru sebaliknya pikiran mereka merasa resah, hatinya gelisah, hidupnya sengsara baik di dunia maupun di akhirat kelak. Bahkan, mereka tidak disukai oleh keluarga, teman, dan masyarakat. Kebahagiaan dan ketenteraman akan mudah diraih dengan berakhlak mulia kepada siapa pun. Dengan berakhlak mulia seperti jujur, santun, dan malu berarti telah mengasah diri sebagai pribadi unggul. Bangsa kita sangat membutuhkan peran orang-orang yang memiliki pribadi unggul untuk membangun peradaban modern yang Islami.

Mutiara Khasanah Islam

1. Tata Krama

Tata krama merupakan norma-norma pergaulan yang berkaitan dengan kebiasaan dalam bertindak maupun bertutur kata yang berlaku atau disepakati dalam lingkungan pergaulan antarmanusia setempat. Norma-norma dalam pergaulan ini menjadi penting untuk dipahami agar terjalin hubungan yang baik dan harmonis di dalam lingkungan pergaulan.

Tata krama mengandung nilai-nilai yang berlaku khusus pada daerah tertentu. Oleh karena itu, sangat mungkin tata krama satu daerah akan berbeda dengan daerah lain. Meskipun demikian, maksud dan tujuan adanya tata krama semuanya dalam rangka mewujudkan hubungan yang harmonis dan rasa tenteram di dalam kehidupan bermasyarakat.

Melalui tata krama, dimaksudkan agar seluruh lapisan anggota masyarakat akan merasa nyaman. Dengan tata krama, orang yang lebih muda dapat menghargai yang lebih tua, demikian sebaliknya orang yang lebih tua dapat menyayangi yang lebih muda. Rasa menghormati, menghargai, dan menyayangi tersebut kemudian tercermin dalam perilaku, penampilan, dan perkataan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah s.a.w. bersabda:

قَالَ ابْنُ السَّرْحِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : مَنْ لَمْ يَرْ حَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا (رواه ابو داود)

Artinya: Ibnu Sarh berkata: Dari Nabi saw. beliau bersabda: Siapa yang tidak menyayangi orang yang kecil di antara kami dan tidak mengerti hak orang yang lebih besar di antara kami, maka ia bukan dari golongan kami.” (H.R. Abu Dawud)

Dalam kehidupan sehari-hari, sering disebut kata etika. Etika memiliki makna yang sama dengan tata krama. Etika artinya norma-norma, nilainilai moral, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Etika adalah aturan perilaku, adat kebiasan manusia dalam pergaulan antarsesama. Pergaulan hidup di masyarakat harus berdasarkan etika dan tata krama yang berlaku. Etika dan tata krama pergaulan ini harus dipegang teguh supaya kepentingan setiap anggota masyarakat tidak terganggu. Terganggunya kepentingan masyarakat ini akan memicu konflik bahkan perpecahan.

Tata krama atau etika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada berbagai tempat dan situasi, seperti dalam bergaul di sekolah, di rumah, di masyarakat, bahkan di media sosial. Secara lebih rinci, tata krama meliputi tata krama dalam berkomunikasi lisan maupun tulisan, dalam bersikap, dan dalam berpakaian.

a. Tata Krama dalam Berkomunikasi Lisan

Tata krama dalam berkomunikasi lisan sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berhubungan dengan orang lain, hampir pasti melibatkan komunikasi lisan. Baik bertatap muka langsung, maupun menggunakan alat komunikasi. Cara berkomunikasi lisan dapat menjadi cerminan kepribadian seseorang. Tata krama dalam komunikasi lisan juga dapat memengaruhi suasana pergaulan. Berikut ini contoh-contoh tata krama dalam berkomunikasi lisan.

1) Berbahasa yang baik dan sopan, memilih katakata dan kalimat yang tepat, dan menghindari kata-kata yang kotor dan menyinggung perasaan lawan bicara.

2) Ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang dituakan, hendaknya menjaga pandangan mata dengan cara agak sedikit ditundukan. Demikian pula merendahkan volume suara dari lisan kita. 3) Di beberapa daerah, berlaku ketentuan tidak boleh memosisikan diri lebih tinggi dari lawan bicara.

4) Memperhatikan dan mengarahkan pandangan kepada lawan bicara dengan sopan.

5) Tidak mendominasi pembicaraan, menjadi pendengar yang baik

dengan memberi kesempatan kepada lawan bicara untuk bicara.

6) Tidak memotong pembicaraan lawan bicara.

7) Tidak berbicara sambil berkacak pinggang atau menunjuk-nunjuk ke arah lawan bicara.

8) Ketika dalam posisi bertiga, tidak berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh salah satu orang dari mereka. Tidak boleh berbisikbisik berdua tanpa memperdulikan teman yang lain.

9) Menghindari bergurau yang berlebihan dan tertawa terbahak-bahak.

10) Ketika memulai berbicara dengan alat komunikasi, ucapkan salam, mengenalkan diri, dan memastikan bahwa lawan bicara adalah orang yang kita maksud. Pada saat pembicaraan akan berakhir, maka mengucapkan terima kasih, menutup pembicaraan, dan mengucap salam.

b. Tata Krama Berkomunikasi di Media Sosial

Sama halnya ketika berkomunikasi di dunia nyata, berkomunikasi di dunia maya pun harus mengedepankan sopan santun dan tata krama. Khususnya jika kita berkomunikasi dengan orang lain di jejaring sosial, tata krama dalam hal apa pun harus tetap diutamakan, seperti pada memasang status atau tweet, chatting, posting foto, video, link, note; taging; follow/add; dan memilih profil picture. Tata krama di dunia maya dapat membuat aktivitas sosial di dunia maya akan menjadi lebih nyaman karena adanya rasa saling menghargai dan menghormati di antara pengguna layanan jejaring sosial. Setiap pengguna layanan media sosial, mempunyai hak dan privasinya dan layak untuk dihargai serta dihormati.

Oleh karenanya, pilihlah kata-kata dan kalimat yang baik ketika menggunakan media sosial. Ketika mengunggah gambar/meme atau sejenisnya, pilihlah gambar/meme yang baik, dan tidak menyinggung perasaan orang lain.

c. Tata Krama dalam Bersikap

Tata krama dalam bersikap juga sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bersikap menyangkut tata cara menggunakan dan memosisikan bagian-bagian tubuh kita saat berinteraksi dengan orang lain. Meskipun tidak menggunakan kata-kata, sikap yang kita tunjukkan merupakan bahasa tubuh yang dapat ditangkap maknanya oleh orang lain.

Secara garis besar, bahasa tubuh terdiri atas bagaimana cara duduk, cara berdiri, cara kita menggunakan kedua tangan dan kaki, serta apa yang kita lakukan ketika berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Berikut ini merupakan beberapa contoh bahasa tubuh yang perlu diperhatikan ketika berbicara atau berinteraksi dengan orang lain.

1) Jangan silangkan kaki dan tangan.

2) Lakukan kontak mata dalam tempo yang singkat, jangan menatapnya berlama-lama.

3) Buatlah jarak antara kedua kaki agar menunjukkan bahwa kita dalam keadaan nyaman dan percaya diri.

4) Posisikan bahu dalam keadaan santai. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kita tidak dalam kondisi tegang.

5) Mengangguk kecil ketika lawan bicara sedang berbicara. Hal ini menandakan bahwa kita memang sedang mendengarkan dan memperhatikan.

6) Tampakkan muka berseri, tersenyum, atau tertawa pada situasi dan kondisi yang tepat.

d. Tata Krama dalam Berpakaian

Fungsi berpakaian adalah untuk menutupi aurat dan untuk memperindah jasmani manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-A’raf/7:26

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ (٢٦)

Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahanmereka ingat”. (Q.S. al-A’raf/7:26)

Aurat merupakan bagian tubuh yang harus tertutup sehingga terjaga dari pandangan orang lain. Aurat laki-laki dewasa adalah antara pusat dan lutut, aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Dengan demikian, jika bagian tubuh yang merupakan aurat tersebut tertutup oleh pakaian, akan terjaga dari pandangan orang-orang di sekitar, serta terjaga dari gangguan yang tidak diinginkan karena dipicu oleh pandangan.

Tata krama dalam berpakaian merupakan cara berpakaian yang sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat. Sebagai seorang muslim, kita tentu harus berpakaian sesuai dengan ketentuan dalam ajaran Islam. Dengan demikian, tata krama berpakaian dalam ajaran Islam adalah juga penutup aurat dan untuk berhias guna memperindah tubuh. Adapun batasan berhias dapat dimaknai sebagai cara berpakaian yang sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat. Aturan tersebut lebih mengarah pada nilai kesopanan, akhlak, atau kebaikan budi pekerti.

Berpakaian dan berhias merupakan keindahan tersendiri bagi manusia. Allah Swt. juga menyukai keindahan dan keserasian. Oleh karena itu, Rasulullah selalu menganjurkan umatnya untuk selalu  berpakaian dan berhias dengan rapi dan serasi sehingga enak dipandang.

Tata krama mengandung manfaat yang sangat besar, sebagai berikut.

1) Membuat seseorang disegani, dihormati, disenangi, bahkan dicintai oleh orang lain.

2) Menjalin hubungan baik dengan orang lain.

3) Meningkatkan kepercayaan diri dalam setiap situasi.

4) Menciptakan suasana yang nyaman dalam berbagai situasi, baik itu lingkungan keluarga, pergaulan, maupun tempat dimana anda belajar atau bekerja.

5) Dapat meningkatkan karir seseorang.

2. Santun

Santun adalah berkata lemah lembut serta bertingkah laku halus dan baik. Kesantunan seseorang akan terlihat dari ucapan dan tingkah lakunya. Ucapannya lemah-lembut, tingkah lakunya halus serta menjaga perasaan orang lain. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa santun mencakup dua hal, yakni santun dalam ucapan dan santun dalam perbuatan. Allah Swt. mencintai sikap santun sebagaimana tertuang dalam hadis berikut.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ لِلْاَشَجِّ الْعَصْرِيِّ اِنَّ فِيْكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ الْحِلْمِ وَالْحَيَاءَ (رواه ابن ماجه)

Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. bersabda kepada Al Asyaj Al ‘Ashri: Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sikap yang dicintai oleh Allah; yaitu sifat santun dan malu.” (H.R. Ibnu Majah)

Sopan santun menjadi sangat penting dalam pergaulan hidup seharihari. Kita akan dihargai dan dihormati orang lain jika menunjukkan sikap sopan santun. Orang lain merasa nyaman dengan kehadiran kita. Sebaliknya, jika berperilaku tidak sopan, orang lain tak akan menghargai dan menghormati kita. Orang yang memiliki sopan santun berarti mampu menempatkan dirinya dengan tepat dalam berbagai keadaan. Sopan santun dapat diterapkan di mana saja dan kapan saja. Karena sopan santun merupakan perwujudan cara kita dalam bersikap yang terbaik.

Pergaulan sesama pelajar di sekolah akan harmonis dan indah jika dihiasi sikap santun. Misalnya, menyapa teman dengan ucapan assalamualaikum” sambil tersenyum, menghormati kakak kelas dan menyayangi adik kelas dengan cara peduli kepada mereka, mematuhi tata tertib sekolah, menghormati Bapak/Ibu guru dan staf tata usaha, bertutur kata lemah lembut kepada siapa saja serta menjaga perasaan warga sekolah dengan tidak menyakiti hatinya. Jika perilaku tersebut kamu lakukan, sungguh akan tercipta kehidupan sekolah yang aman, damai, dan membahagiakan.  Suasana belajar akan sangat menyenangkan dan pada akhirnya prestasi kamu akan meningkat.

Seorang anak wajib menghormati dan menyayangi kedua orang tua. Bentuk hormat dan sayang kita kepada orang tua, di antaranya dengan bertutur kata santun kepada keduanya. Semua nasihat orang tua harus ditaati sepenuh hati karena mereka telah merawat dan mendidik kita sejak kecil. Terlebih seorang ibu, sungguh jasanya tak ternilai. Mulai dari mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Demikian pula seorang ayah, bekerja keras mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga. Ingatlah, bahwa kerelaan atau rida Allah Swt. adalah rida orang tua. Oleh karena itu, sikap santun harus kita tunjukkan untuk menghormati keduanya.

 Jika di rumah kamu memiliki pembantu, apakah ia juga harus diperlakukan dengan santun? Seorang pembantu juga harus diperlakukan dengan santun. Berikut ini adalah kisah yang menunjukkan bagaimana Nabi Muhammad saw. memperlakukan pembantunya.

Kesaksian Anas Bin Malik

Anas bin Malik adalah seorang perawi hadis terkenal. Anas telah menjadi pembantu atau pelayan Rasulullah saw. selama sepuluh tahun. Ia bercerita kepada kawan-kawannya dengan kesungguhan hati, “Kawan-kawanku, sungguh selama sepuluh tahun menjadi pembantu beliau, aku diperlakukan dengan amat baik.”

Anas melanjutkan ceritanya, “Rasulullah saw. tidak pernah berkata ‘hus’ kepadaku. Beliau juga tidak pernah sekalipun membentakku dengan perkataan, ”Hai Anas, mengapa engkau berbuat begini? dan mengapa tidak berbuat begitu?”

Subhanallah, sungguh mulia akhlak Rasulullah kepada pembantunya atau pelayannya yang bernama Anas bin Malik tersebut.

Sumber: Kitab Sahih Muslim

Sikap sopan dan santun juga harus ditunjukkan dalam pergaulan di masyarakat. Sebagai makhluk sosial, kita selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, orang lain harus diperlakukan dengan baik. Orang lain yang dimaksud di sini adalah sahabat, teman, dan tetangga. Khusus terhadap tetangga, Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita untuk memuliakan mereka. Ketika keluarga kita sedang kesusahan, tetanggalah yang akan membantu kita. Kita hormati serta laksanakan hak dan kewajiban tetangga. Jangan kita sakiti mereka dengan tingkah laku buruk dan perkataan kotor.

Allah Swt. memerintahkan agar bertutur kata yang baik kepada sesama manusia, sebagaimana firman Allah Swt. Q.S. al-Baqarah/2:83.

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لا تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلا قَلِيلا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ (٨٣)

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuatbaiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.” (Q.S. al-Baqarah/2:83)

Melalui ayat tersebut, Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk bertutur kata yang baik kepada manusia. Teman, kerabat, keluarga, Bapak/ Ibu Guru, dan orang tua wajib diperlakukan dengan baik. Berkata dan berperilaku santun kepada mereka akan membuat harga diri kita meningkat. Kita akan dihargai dan dihormati ketika kita juga menghormati orang lain. Ibarat sedang bercermin, ketika kita tersenyum, bayangan yang ada di cermin akan tersenyum kepada kita. Sebaliknya, kalau kita cemberut, bayangan yang ada di cermin juga akan cemberut kepada kita. Sejatinya, kalau kita bersikap baik kepada orang lain, sesungguhnya perbuatan baik itu akan kembali kepada diri kita sendiri. Sebaliknya, ketika kita bersikap buruk kepada orang lain, sesungguhnya perbuatan itu akan kembali kepada diri sendiri.

Banyak peristiwa perkelahian dipicu oleh perkataan kotor dan saling menghina. Jika ada orang mengejek dan menghina kita, sebaiknya kita menahan diri. Kita sikapi dengan bijaksana, sabar dan penuh kehati-hatian. Jika kita  terpancing oleh amarah, kita akan rugi. Hidup menjadi tidak nyaman, khawatir dan gelisah akan menghampiri kita.

Untuk lebih memahami sikap santun ini, mari kita perhatikan contoh berikut ini:

Ahmad adalah pelajar SMP kelas IX. Dia terkenal ramah kepada siapa pun. Kepada teman-teman di sekolah, Bapak/Ibu guru semuanya diperlakukan dengan ramah dan santun. Dia mengamalkan pesan Ustaz untuk selalu menerapkan jurus 5S (senyum - salam – sapa – sopan – santun) setiap bertemu orang lain. Setiap akan berangkat sekolah, dia selalu minta doa kedua orang tua, berpamitan dengan mencium tangan keduanya. Saat bertemu orang yang lebih tua, dia selalu menganggukkan kepala tanda hormat. Kepada Bapak-Ibu guru, dia senantiasa hormat dan mencium tangan saat bertemu. Tutur katanya halus dan perangainya lembut. Kesantunan Ahmad membuat dia disenangi dan dikagumi teman-temannya.

Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari sikap santun, di antaranya, sebagai berikut.

a) Mudah diterima oleh orang lain. Sikap santun akan menjadikan seseorang disenangi orang lain sehingga mudah diterima oleh orang lain.

b) Menunjang kesuksesan. Banyak pengusaha sukses ditunjang olehsikap santun yang ditunjukkannya. Pembeli, pelanggan, karyawan dan rekan sejawat akan senang bergaul dengannya. Relasinya bertambah banyak sehingga akan menambah kesuksesannya.

c) Dicintai Allah Swt. dan Rasul-Nya. Allah Swt. mencintai hamba-Nya yang memiliki sikap santun. Rasulullah saw. juga demikian, bahkan beliau juga memiliki sikap lemah lembut dan santun yang luar biasa.

3. Malu

Malu adalah menahan diri dari perbuatan jelek, kotor, tercela, dan hina. Sifat malu itu terkadang merupakan sifat bawaan dan juga bisa merupakan hasil latihan. Namun demikian, untuk menumbuhkan rasa malu, perlu usaha, niat, ilmu serta pembiasaan. Rasa malu merupakan bagian dari iman karena dapat mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan dan mencegahnya dari kemaksiatan. Mari kita perhatikan hadis berikut ini.

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْاِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْاِيْمَانِ (رواه مسلم)

Artinya: Dari Abu Hurairah dari Nabi saw., beliau bersabda: “Iman adalah pokoknya, cabangnya ada tujuh puluh lebih, dan malu termasuk cabangnya iman.” (H.R. Muslim)

Hadis tersebut menegaskan bahwa malu merupakan salah satu cabang iman. Seseorang malu untuk mencuri jika ia beriman, malu berdusta jika ia beriman. Seorang wanita malu membuka atau menunjukkan auratnya jika ia beriman. Jika sifat malu berkurang dan mulai luntur, pertahanan diri dalam menghadapi godaan nafsu mulai menipis. Malu merupakan salah satu benteng pertahanan seseorang dalam menghindari perbuatan maksiat. Malu juga merupakan faktor pendorong bagi

seseorang untuk melakukan kebaikan.

Selama rasa malu masih terpelihara dengan baik, seseorang akan hidup dalam kebaikan. Ia akan memiliki kekuatan dalam berbuat kebaikan dan menolak kemaksiatan. Seorang pejabat yang memiliki rasa malu akan melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan bebas dari korupsi. Seorang pelajar akan percaya diri dalam mengerjakan soal ulangan tanpa menyontek karena didasari rasa malu. Seorang pedagang akan malu berbuat curang karena merasa dilihat Allah Swt. Seorang polisi akan malu menerima suap dari pelanggar rambu lalu lintas. Aparat penegak hukum seperti hakim dan jaksa akan malu menerima suap dari tersangka karena ia takut azab dari Allah Swt. Seorang pria dan wanita akan berpakaian menutup aurat karena menjaga harga diri dan kehormatannya. Mereka semua terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat karena adanya rasa malu dalam diri mereka.

Sebaliknya, apabila seseorang tidak lagi memiliki rasa malu, ia akan hidup dalam keburukan. Begitu hilang rasa malunya, hilang pula kepribadiannya sebagai seorang muslim. Ia akan terbiasa berbuat dosa, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Jika seorang pria maupun wanita tidak punya rasa malu, ia akan mengumbar auratnya. Seorang pejabat yang tidak punya rasa malu akan menggunakan kekuasaanya untuk menindas rakyat guna memperkaya diri. Seorang pedagang yang tidak punya rasa malu akan membohongi pembelinya, barang jelek dikatakan bagus, barang murah dikatakan mahal. Jika seorang pelajar tidak punya sifat malu, ia dengan mudahnya berkata kotor, menyontek, memperolok-olok teman sendiri. Sungguh, dengan tidak adanya rasa malu, bencana moral dan kerusakan akhlak akan merajalela.

Wahai generasi muda Islam yang cerdas, ketahuilah bahwa malu bukan berarti tidak percaya diri, minder atau merasa rendah diri. Misalnya, seseorang malu berjilbab karena takut diejek teman-temannya, atau malu karena mendapat giliran maju presentasi di depan kelas. Terhadap hal-hal yang baik dan positif, kamu tidak boleh malu. Malu seperti itu tidaklah tepat. Rasa malu haruslah dilandasi karena Allah Swt. bukan karena selain-Nya. Pada saat kita malu berbuat sesuatu, tanyalah kepada hati kita: “Apakah malu ini karena Allah Swt. atau bukan?” Jika bukan karena Allah Swt., bisa jadi hal itu adalah sifat malas, minder, atau rendah diri. Sifat malas, minder atau rendah diri merupakan perilaku tercela yang harus dihindari.

Tahukah kamu dari mana sebenarnya sumber rasa malu? Malu berasal dari keimanan dan pengakuan akan keagungan Allah Swt. Rasa malu akan muncul jika kita beriman dan menghayati betul bahwa Allah Swt. itu Maha kuasa atas segala sesuatu. Allah Swt. Maha Melihat, Maha Mengetahui dan Maha Mendengar. Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Allah Swt. Semua aktivitas badan, pikiran, dan hati kita semua diketahui oleh Allah Swt.

Mari kita perhatikan contoh sifat malu berikut ini!

Sebagai seorang muslimah, Hidayati berpakaian rapi dan menutup aurat. Ia selalu berbusana muslimah jika pergi keluar rumah. Tidak hanya itu, Hidayati sering ditemani salah satu anggota keluarganya saat bepergian. Hal ini dilakukan untuk menghindari fitnah dan maksiat.

Ia juga berusaha tidak keluar rumah pada malam hari kecuali ada keperluan yang sangat penting. Itu pun harus ditemani salah satu anggota keluarganya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya. Lebih dari itu, ia malu dan takut kepada Allah Swt.

Tidak hanya itu, Hidayati juga sangat berhati-hati ketika mengunggah foto dirinya di akun jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Ia hanya mengunggah foto-foto dengan busana yang menutup auratnya.

Ada beberapa manfaat dari sifat malu, di antaranya sebagai berikut.

a) Mencegah dari perbuatan tercela. Seorang yang memiliki sifat malu akan berusaha sekuat tenaga menghindari perbuatan tercela, sebab ia takut kepada Allah Swt.

b) Mendorong berbuat kebaikan. Rasa malu kepada Allah Swt. akan mendorong seseorang berbuat kebaikan. Sebab ia tahu bahwa setiap perbuatan manusia akan dibalas oleh Allah Swt. di akhirat kelak.

c) Mengantarkan seseorang menuju jalan yang diridai Allah Swt. Orang-orang yang memiliki rasa malu akan senantiasa melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya.

Setelah kamu mempelajari manfaat sifat malu, cermatilah cerita fiksi percakapan Fulan dengan seorang Ustaz berikut ini.

Malu kepada Allah Swt.

Seorang lelaki, sebut saja Fulan, datang kepada Ustaz meminta nasihat karena kesulitannya untuk meninggalkan dosa dan maksiat. Berikut percakapan mereka.

Fulan : “Wahai Ustaz, aku ingin bertobat dan meninggalkan dosa, tetapi tiba-tiba aku kembali berbuat dosa. Tunjukkan padaku sesuatu yang bisa melindungiku hingga aku tidak lagi bermaksiat kepada Allah Swt.”

Ustaz : “Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah Swt., jangan bermaksiat di bumi-Nya.”

Fulan : “Lalu, di mana aku dapat bermaksiat?”

Ustaz : “Di luar bumi-Nya.”

Fulan : “Bagaimana mungkin, sebab seluruh bumi ini milik Allâh Swt.?”

Ustaz : “Tidakkah engkau malu bahwa seluruh bumi ini milik Allâh Swt. tetapi engkau masih berbuat maksiat di atasnya? Jika engkau ingin bermaksiat, jangan memakan rezeki-Nya.”

Fulan : “Bagaimana aku dapat hidup?”

Ustaz : “Tidakkah Engkau malu memakan rezeki-Nya sementara engkau bermaksiat kepada-Nya? Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah Swt. lakukanlah di tempat yang tidak dilihat oleh-Nya.”

Fulan : “Bagaimana mungkin sementara Dia terus bersama kita di mana saja kita berada.”

Ustaz : “Tidakkah engkau malu bermaksiat kepada-Nya sementara Dia bersamamu dan dekat denganmu?”

Kisah Teladan

Kejujuran Seorang Penggembala Domba

Ibnu Umar melewati seorang budak yang sedang menggembala domba di gurun. Umar berkata untuk mengujinya, ”Hai, juallah kepada kami domba-domba itu!”

Penggembala domba itu berkata, “Saya bekerja kepada seseorang dan saya diamanahkan untuk menjaga domba-domba ini.”

Kemudian, Ibnu Umar berkata untuk menguji keimanannya, “Beri tahu saja pemiliknya bahwa segerombolan serigala telah memakannya.”

Penggembala domba yang hatinya dipenuhi oleh perasaan takut kepada Allah itu berkata, “Apa yang akan saya katakan kepada Allah? Apa yang akan saya katakan kepada Allah jika saya memberi tahu pemilik domba ini bahwa segerombolan serigala telah memakannya? Jadi, apa yang akan saya katakan kepada Allah? Apa yang akan saya katakan ketika anggota tubuh saya kelak yang berbicara?.”

Kemudian, Ibnu Umar menangis, dan mengutus seseorang untuk membayar dan memerdekakannya dari statusnya sebagai budak.

(Sumber: www.arrahmah.com)

Rangkuman

1. Tata krama merupakan norma-norma pergaulan yang berkaitan dengan kebiasaan dalam bertindak maupun bertutur kata yang berlaku atau disepakati dalam lingkungan pergaulan antarmanusia setempat.

2. Tata krama meliputi tata krama dalam berkomunikasi lisan maupun tulisan, dalam bersikap, dan dalam berpakaian.

3. Tata krama pergaulan harus dipegang teguh supaya kepentingan setiap anggota masyarakat tidak terganggu, karena terganggunya kepentingan masyarakat akan memicu konflik bahkan perpecahan.

4. Santun adalah berkata lemah lembut dan bertingkah laku halus dan baik. Ucapannya lemah lembut, tingkah lakunya halus serta menjaga perasaan orang lain.

5. Santun mencakup dua hal, yakni santun dalam ucapan dan santun dalam perbuatan.

6. Q.S. al-Baqarah/2:83 memerintahkan agar bertutur kata yang baik kepada manusia.

7. Malu adalah menahan diri dari perbuatan jelek, serta merasa sangat tidak enak hati jika melakukan perbuatan tercela.

8. Malu merupakan benteng pertahanan seseorang dalam menghindari perbuatan maksiat dan merupakan faktor pendorong untuk melakukan kebaikan.

9. Sumber sifat malu adalah keimanan dan pengakuan akan keagungan Allah Swt.

Sumber : ( Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas IX Revisi 2018 Kemendikbud )

0 comments:

Post a Comment