Marilah kita bercermin pada diri kita sendiri, sudahkah kita
melaksanakan śalat wajib dengan benar
dan sempurna? Apakah kita juga sudah mendirikan śalat
far«u dan tidak pernah meninggalkannya? Marilah kita introspeksi diri kita
sendiri, bahwa śalat yang kita kerjakan
sudah betul atau belum, sudah khusyuk atau belum. Rasanya di dunia ini yang śalatnya sudah benar-benar khusyuk dan uma’ninah, adalah śalatnya Nabi Muhammad
saja. Mampukah
kita meniru śalat beliau?
Bagaimana kalau ternyata di hadapan Allah Swt śalat kita itu belum dianggap sempurna? Rasulullah mengajarkan kepada kita
untuk menutupi kekurangan dalam śalat kita.
Maksudnya, kita disuruh menyempurnakan kekurangankekurangan śalat dengan melaksanakan śalat sunnah sebagaimana yang Rasulullah ajarkan kepada kita. Dengan melaksanakan śalat
sunnah tersebut kita dapat lebih mendekatkan
diri kepada Allah Swt serta menyempurnakan ibadah kita.
Pelaksanaan śalat sunnah merupakan cerminan tingkat ketakwaan dan ketawakalan seorang hamba
kepada Allah Swt. Dalam melaksanakan śalat sunnah kita semata-mata mengharapkan rida dari Allah Swt. Śalat ini menuntut kesungguhan dan tekad yang kuat karena kita harus
merelakan waktu, tenaga, dan harta demi terlaksananya śalat tersebut.
Jadi, sudah jelas bahwa śalat sunnah itu dilaksanakan semata-mata mengharapkan kedekatan dan rida dari
Allah Swt yang akan dijadikan bekal pada masa yang akan datang. Apalagi, kita
menghayati bahwa dengan melaksanakan śalat bukan
sekadar melaksanakan kewajiban. Allah tidak membutuhkan ibadah kita tetapi
kitalah yang membutuhkannya. Kita berharap agar Allah menerima ibadah kita
sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat.
Mutiara
Khazanah Islam
Śalat sunnah
adalah śalat yang dianjurkan untuk mengerjakannya. Orang yang melaksanakan śalat
sunnah mendapatkan pahala dan keutamaan dari Allah
Swt. Namun, jika seseorang tidak melaksanakan śalat sunnah, dia tidak berdosa. Dalam hal melaksanakan śalat
Sunnah, Rasulullah memberi teladan yang penuh
dengan kemuliaan. Beliau selalu mengerjakannya, seperti śalatśalat rawatib, śalat duha, witir, dan sebagainya.
Di antara sekian banyak śalat sunnah, ada yang ditekankan untuk dikerjakan dengan berjemaah, ada yang
dikerjakan secara munfarīd (sendirian), dan
ada yang bisa dikerjakan secara berjemaah atau munfarīd.
1. Śalat
Sunnah Berjemaah
Pernahkah kalian melaksanakan śalat sunnah secara berjema’ah? Tentunya kalian sering melaksanakannya. Misalnya
pada saat melaksanakan śalat hari raya
Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha (śalat idain). Kalian tentu tidak pernah melaksanakan śalat Idul Fitri atau Idul Adha secara munfarīd (sendirian).
Kedua śalat ini pasti dilaksanakan
secara berjemaah.
Secara lebih rinci, śalat-śalat sunnah yang dilaksanakan secara berjema’ah sebagai berikut :
a. Śalat Idul Fitri
b. Śalat Idul Adha
c. Śalat Kusūf (gerhana matahari)
d. Śalat Khusūf (gerhana
bulan)
e. Śalat Istisqā (meminta
hujan)
a. Śalat
Idul Fitri
Śalat Idul Fitri adalah, śalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan
pada hari raya Idul Fitri pada setiap tanggal 1 Syawal setelah melaksanakan puasa
Ramadan satu bulan lamanya. Hukum melaksanakan śalat
sunnah ini adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan).
“Id” artinya kembali
yaitu, dengan hari raya Idul Fitri ini kita kembali dihalalkan berbuka seperti
makan dan minum di siang hari yang sebelumnya selama bulan Ramadan hal itu
dilarang.
Waktu untuk melaksanakan śalat Idul Fitri
itu adalah, sesudah terbit matahari sampai tergelincirnya matahari pada tanggal
1 Syawal tersebut. Adapun Tata cara pelaksanaan śalat hari raya Idul Fitri tergambar dalam cerita Amri dan Salim berikut:
Menyambut Hari Lebaran
Amri dan Salim merupakan dua anak yang
saleh. Sebulan penuh dia menyelesaikan puasa Ramadan. Malam itu, tanggal 1
Syawal mereka menunaikan kewajiban membayar zakat fitrah. Mereka menyerahkan
zakat fitrah kepada panitia zakat fitrah di masjid dekat rumah mereka.
Amri berkata, “Salim, besok pagi kita
berangkat śalat Idul Fitri bersama-sama, ya.” Salim menjawab, “Ya, insya Allah. Kita
pakai sepeda atau jalan kaki?”
“Jalan kaki saja, kata pak guru disunnahkan untuk jalan kaki. Jangan lupa, mandi
dan makan sebelum berangkat juga sunnah”
“Baiklah, sampai ketemu besok ya, assalamu’alaikum..”
“Wa ‘alaikum
salam warahmatullah wabarakatuh.”
Pagi itu, tanggal 1 Syawal matahari
terbit menghangatkan seluruh isi bumi. Takbir berkumandang di mana-mana.
Sungguh suasananya sangat membahagiakan. Amri dan Salim berangkat bersama untuk
menunaikan śalat Idul Fitri.
“Wah, bajumu bagus sekali, Amri.” Kata
Salim. “Iya, terima kasih. Tapi ini baju lebaran tahun yang lalu. Sengaja
jarang aku pakai karena tahun lalu masih kebesaran.” Amri menjelaskan.
Setelah sampai di masjid, mereka berdua
melaksanakan śalat sunnah tahiyatul masjid sebanyak dua rakaat. Lalu mereka mengumandangkan takbir
bersama jamaah yang lain.
Saat waktunya telah tiba, imam memberikan
isyarat dimulainya śalat Id, bilal lalu mengumandangkan seruan untuk śalat
:
“As-Salātu
Jāmi’ah, mari kita
laksanakan śalat berjema’ah”
Amri berbisik, “Tahun yang lalu, aku śalat
Id di tempat lain
tidak ada seruan seperti ini.” Jawab Salim, “Ya betul, seruan seperti yang tadi
memang bukan merupakan keharusan, ayo kita berdiri”
Sumber:
Penulis
Selanjutnya mereka mengikuti śalat Idul Fitri
dengan khusyu bersama dengan para
jemaah, dengan tata cara sebagai berikut :
1) Imam memimpin pelaksanaan śalat Idul Fitri
diawali dengan niat yang ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan maka bunyi
niatnya adalah :
اُصَلِّيْ
سُنَّةً لِّعِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat sunnah Idul Fitri dua rakaat karena Allah ta’ala.”
2) Pada rakaat pertama
sesudah membaca do’a iftitah bertakbir
sambil mengangkat tangan sebanyak tujuh kali. Di sela-sela takbir satu dan
lainnya disunnahkan membaca:
سُبْحَانَ
اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ وَلَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ
Artinya
: “Maha suci Allah, dan segala puji bagi Allah, tida Tuhan melainkan
Allah, Allah Mahabesar.”
3) Setelah takbir tujuh kali dan membaca tasbih tersebut dilanjutkan membaca
surah al-Fātihāh dan membaca salah
satu surah dalam al-Qur`ān. Namun, diutamakan
surah Qāf atau surah al-A’lā.
4) Pada rakaat kedua, setelah
takbir berdiri kemudian membaca takbir lima kali sambil mengangkat tangan dan
di antara setiap takbir disunnahkan membaca
tasbih. Setelah itu membaca surah al-Fātihāh dan
surah-surah pilihan. Surah yang dibaca diutamakan surah
al-Qamar atau surah al-Gāsyiyah.
5) Śalat Idul Fitri ditutup
dengan salam. Setelah itu khatib mengumandangkan
khutbah
dua kali. Khutbah yang pertama dibuka dengan
takbir sembilan kali dan khutbah yang kedua
dibuka dengan takbir tujuh kali. Ada pula yang melaksanakan khutbah hanya satu kali.
Setelah śalat Idul Fitri para
jema’ah dianjurkan untuk bersalamsalaman untuk saling memaafkan lahir dan
batin. Setelah selesai śalat, kita pulang
ke rumah dengan menempuh jalan yang berbeda dengan pada saat berangkat.
Di sepanjang jalan, kita disunnahkan untuk
saling bersilaturrahmi dan bersedekah, saling memberikan maaf kepada sesama
keluarga, famili, tetangga, dan saudara sesama muslim. Khusus hari raya Idul
Fitri kita diSunnahkan mengucapkan
selamat kepada sesama saudara sesama muslim ketika bertemu.
b. Śalat
Idul Adha
Śalat Idul Adha, adalah śalat yang
dilaksanakan pada hari raya Qurban atau hari
raya Idul Adha. Śalat ini dilaksanakan
pada pagi hari tanggal 10 Zulhijjah bertepatan dengan pelaksanaan rangkaian
ibadah haji di tanah suci. Dengan demikian orang, yang sedang melaksanakan
ibadah haji tidak disunnahkan
melaksanakan śalat Idul Adha. Bagi
orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji, hukum melaksanakan śalat Idul Adha adalah sunnah muakkad
(sangat dianjurkan).
Hampir semua ketentuan dan tata cara śalat Idul Adha sama dengan śalat Idul Fitri.
Baik menyangkut waktu pelaksanaannya, hukumnya, dan tata caranya. Adapun
perbedaannya hanya pada niatnya. Niat śalat harus
dilakukan dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan maka bunyi niatnya adalah
:
اُصَلِّيْ
سُنَّةَ الضَّحٰى رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat sunnah idul adha dua rakaat karena Allah ta’ala.”
c. Śalat
Kusūf (Gerhana Matahari)
Śalat
Sunnah kusūf (kusūfus syamsi) adalah śalat sunnah yang dilaksanakan
ketika terjadi gerhana matahari. Hukum melaksanakan śalat ini adalah sunnah muakkad.
Waktu pelaksanaan śalat kusūf adalah, mulai terjadinya gerhana matahari sampai matahari kembali
tampak utuh seperti semula. Ke ka gerhana sudah mulai terjadi, jemaah berkumpul
di masjid. Salah satu dari jemaah tersebut menjadi muazin untuk menyerukan
panggilan śalat. Śalat gerhana ini dilaksanakan dengan berjemaah dan dipimpin
oleh seorang imam.
Hal yang membedakan śalat kusūf dibanding śalat pada umumnya adalah dalam śalat kusūf se ap rakaat terdapat dua kali membaca surah al-Fahah dan dua kali
rukuk. Sehingga dalam dua rakaat Śalat kusūf terdapat empat kali membaca surah al-Fa hah, empat kali rukuk, dan
empat kali sujud. Adapun tata cara pelaksanaan śalat gerhana matahari secara
rinci sebagai berikut :
1. Berniat untuk śalat kusūf (śalat gerhana matahari). niat
śalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam
hati. Jika diucapkan bacaan niatnya ta’ala:
اُصّلِّيْ
سُنَّةَ الْخُسُوْفِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا (اِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya: “saya berniat śalatgerhana matahari dua rakaat karena Allah ta’ala”
2. Setelah takbiratul ihram, lalu membaca doa iftitah, kemudian membaca surah al-Fatihah dilanjutkan dengan membaca surah-surah yang panjang.
3. Rukuk yang lama dan panjang dengan membaca tasbih sebanyakbanyaknya.
4. Iktidal dengan mengucapkan
”Sami’allāhu
liman hamidah” tangan kembali bersedekap di dada.
5. Membaca surah al-Fātihah dilanjutkan dengan membaca surah al-Qur’ān yang lain.
6. Kembali melakukan rukuk yang panjang dengan membaca tasbih yang sebanyak-banyaknya.
7. Iktidal dengan mengucapkan
”Sami’allāhu
liman hamidah”
8. Sujud seperti biasa tetapi sujudnya agak dipanjangkan dibanding dengan
śalat
pada umumnya.
9. Duduk di antara dua sujud seperti biasa.
10. Sujud yang kedua agak dipanjangkan.
11. Bangkit menuju rakaat yang kedua,
kemudian melaksanakan rakaat yang kedua
sebagaimana rakaat yang pertama
dilaksanakan.
12. Pada sujud yang terakhir rakaat yang kedua
dianjurkan untuk memperbanyak istigfar dan tasbih memohon ampunan kepada Allah Swt.
13. Setelah selesai śalat, imam atau
khatib
berdiri menyampaikan khutbah dengan
pesan yang intinya gerhana adalah salah satu kejadian yang menunjukkan
kekuasaan Allah Swt. Meskipun merupakan sumber energi yang utama, matahari juga
makhluk Allah Swt yang memiliki kekurangan dan kelemahan.
d. Śalat
Khusūf (Gerhana Bulan)
Śalat
sunnah khusuf (khusūful qamari) adalah śalat sunnah yang dilaksanakan
ketika terjadi peristiwa gerhana bulan. Hukum melaksanakan śalat ini adalah sunnah muakkad. Sedangkan waktu śalat gerhana
bulan mulai terjadinya gerhana bulan sampai bulan tampak utuh kembali.
Adapun tata cara peksanaannya, hampir sama dengan pelaksanaan śalat gerhana matahari, yang membedakan adalah bunyi niatnya. Niat śalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan maka bunyi
niatnya adalah :
اُصّلِّيْ
سُنَّةَ الْكُسُوْفِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا (اِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
:“Saya berniat śalat gerhana bulan dua rakaat karena Allah ta’ala,”
e. Śalat
Istisqā (Memohon Hujan)
Śalat
sunnah istisqā adalah śalat
sunnah dua rakaat yang dilaksanakan untuk memohon diturunkan hujan. Pada saat terjadi
kemarau yang berkepanjangan sehingga sulit mendapatkan air, umat Islam disunnahkan melaksanakan śalat
istisqā untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, memohon
ampun, seraya berdoa agar segera diturunkan hujan.
Salah satu sebab terjadinya kekeringan adalah, sikap manusia yang tak
mau peduli dan tidak ramah pada lingkungan, padahal air merupakan komponen yang
sangat penting dalam kehidupan manusia. Kurangnya sumber air dan curah hujan
dapat mengakibatkan masalah yang serius dalam kehidupan manusia. Oleh karena
itu, kita harus menjaga kelestarian alam dengan rajin menanam pohon,
merawatnya, dan menghemat penggunaan air. Pelaksanaan śalat
istisqā pada saat terjadi kekeringan sangatlah
tepat. Ajaran ini dapat menjadikan manusia agar melakukan introspeksi diri.
Sebelum dilaksanakannya śalat istisqā, diharapkan untuk berpuasa selama empat hari berturut-turut.
Selanjutnya bertaubat kepada Allah Swt. dari segala kesalahan dan dosa, serta
menghentikan segala bentuk perbuatan maksiat, serakah, dan merusak lingkungan.
Pada hari keempat semua anggota masyarakat muslim pergi ke tanah lapang yang
akan dipakai untuk melaksanakan śalat istisqā. Mereka dianjurkan berpakaian sederhana serta disunnahkan membawa binatang peliharaan ke tanah lapang tersebut. Di sepanjang
jalan masyarakat dianjurkan juga untuk banyak beristigfar. Sesampai ke tanah
lapang sambil menunggu pelaksanaan śalat dianjurkan
untuk berzikir kepada Allah Swt.
Adapun tata cara melaksanakan Śalat istisqā sebagai berikut:
1) Setelah semua bersiap untuk śalat, muadzin tidak perlu mengumandangkan azān dan iqāmah, cukup dengan
seruan:
الصَّلَاةُ
جَامِعَةً
Artinya
: “Mari śalat berjemaah”
2) Śalat sunnah dilaksanakan
seperti śalat sunnah yang
lainnya. Setelah membaca surah al-Fatihah dilanjutkan membaca surah-surah yang panjang.
3) Setelah salam, khatib membaca dua
khutbah. Pada khutbah yang pertama
dimulai dengan membaca istigfar sembilan kali dan yang kedua dimul ai dengan membaca istigfar
tujuh kali.
2. Śalat-śalat
Sunnah Munfarīd
Śalat
sunnah munfarīd adalah Śalat yang dilaksanakan secara individu atau sendiri. Adapun śalat
sunnah yang dilaksanakan secara munfarīd adalah:
a. Śalat Rawātib
b. Śalat Tahiyyatul Masjid
c. Śalat Istikhārah
a. Śalat
Rawātib
Rawātib berasal dari kata rātibah, yang
artinya tetap, menyertai, atau terus menerus. Dengan demikian śalat
sunnah rawātib adalah śalat yang dilaksanakan menyertai atau mengiringi śalat
fardu, baik sebelum maupun sesudahnya.
Ditinjau dari segi hukumnya, śalat rawatib ini
terbagi menjadi dua macam, yaitu: Śalat rawātib mu`akkadah dan śalat rawātib gairu mu`akkad.
1) Śalat rawātib mu`akadah (śalat
rawātib yang sangat dianjurkan).
Adapun yang merupakan śalat rawātib mu`akkadah yaitu:
• Dua rakaat sebelum śalat Zuhur
• Dua rakaat sesudah śalat Zuhur
• Dua rakaat sesudah śalat Magrib
• Dua rakaat sesudah śalat Isya’
• Dua rakaat sebelum śalat Subuh.
2) Śalat rawātib gairu mu`akkadah (śalat rawātib yang cukup
dianjurkan untuk dikerjakan). Adapun yang merupakan śalat
sunnah rawātib gairu
mu`akkadah yaitu:
• Dua rakaat sebelum Zuhur
(selain dua rakaat yang mu`akkadah)
• Dua rakaat sesudah Zuhur
(selain dua rakaat yang mu`akkadah)
• Empat rakaat sebelum Asar
• Dua rakaat sebelum Magrib.
Jika ditinjau dari segi pelaksanaannya, śalat
rawātib ini terbagi menjadi dua yaitu :
1. qabliyyah (dikerjakan sebelum
śalat
fardu), dan
2. ba’diyyah (dikerjakan setelah
śalat
fardu).
Adapun tata cara melaksanakan śalat sunnah rawātib sebagai berikut:
1. Niat menurut waktunya.
2. Dikerjakan tidak didahului dengan azan dan iqamah.
3. Śalat sunnah rawatib ini
dilaksanakan secara munfarīd (sendirian).
4. Bila lebih dari dua rakaat gunakan
satu salam setiap dua rakaat.
5. Membaca dengan suara yang tidak dinyaringkan seperti pada saat melaksanakan
śalat
Zuhur dan śalat Asar.
6. Śalat dikerjakan dengan
posisi berdiri. Jika tidak mampu boleh dengan duduk, atau jika masih tidak
mampu boleh berbaring.
7. Sebaiknya berpindah sedikit dari tempat śalat
fardu tetapi tetap menghadap kiblat.
Contoh tata cara melaksanakan śalat rawātib qabliyyah Zuhur :
1. Berniat śalat rawātib qabliyyah Zuhur
Niat śalat harus dilakukan
dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan maka bunyi niatnya adalah :
اُصَلِّيْ
سُنَّةً قَبْلِيَّةَ الضَّهْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat qabliyyah Zuhur dua rakaat karena Allah
Ta’ala.”
2. Takbirātul ihrām
3. Śalat dua rakaat seperti tata cara Śalat pada
umumnya.
4. Salam.
b. Śalat Tahiyyatul Masjid
Śalat
tahiyyatul masjid, adalah śalat
sunnah yang dilaksanakan untuk menghormati
masjid. Śalat ini disunnahkan bagi setiap muslim ketika memasuki masjid. Śalat
sunnah ini, merupakan rangkaian adab memasuki masjid.
Pada saat kita hendak masuk ke masjid, disunnahkan untuk mendahulukan kaki kanan seraya berdoa :
اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ وَافْتَحْ لِيْ اَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
Artinya
: “Ya Allah ampunilah dosa-dosaku, dan bukakanlah pintu rahmat-Mu
untukku”.
Jika kita sudah masuk ke dalam masjid, hendaklah sebelum duduk kita
mengerjakan śalat sunnah dua rakaat. Adapun tata caranya sebagai berikut :
1) Berniat śalat tahiyyatul masjid. Niat śalat harus dilakukan
dengan ikhlas di dalam hati. Bunyi niatnya kalau diucapkan sebagai berikut :
اُصَلِّيْ
سُنَّةً تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat sunnah tahiyyatul masjid dua rakaat karena
Allah ta’ala. Allahu Akbar.”
2) Setelah berniat dilanjutkan dengan takbiratul
ihrām, membaca doa iftitāh, surah al-Fātihah, dan
seterusnya sampai salam. Cukup mudah, bukan? Saatnya kalian untuk berlatih
mengamalkan ibadah-ibadah sunnah. Śalat
tahiyyatul masjid ini merupakan salah
satu bentuk ibadah sunnah yang tidak
sulit untuk dilaksanakan.
c. Śalat Istikhārah
Śalat
istikhārah adalah, śalat dengan maksud untuk memohon petunjuk Allah Swt. dalam menentukan
pilihan terbaik di antara dua pilihan atau lebih. Śalat
istikharah sebenarnya hampir sama dengan śalat hajat. Bedanya, kalau śalat istikharah tertuju pada suatu keinginan atau cita-cita yang sudah nampak adanya,
tetapi masih ragu-ragu dalam menentukan pilihannya. Sedangkan śalat hajat, tertuju pada sebuah keinginan yang belum kelihatan akhir dan
tujuannya.
Waktu yang terbaik dalam melaksanakan śalat
istikhārah ini adalah saat mulai pertengahan malam
yang akhir, sebagaimana waktu śalat tahajjud. Śalat
istikhārah dikerjakan sebagaimana śalat biasa dan setelah selesai śalat dilanjutkan
dengan membaca doa istikharah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah.
Śalat
istikhārah hukumnya adalah sunnah
mu`akkadah bagi orang yang sedang membutuhkan untuk
menentukan pilihan. Adapun tata cara melaksanakan śalat
istikhārah sebagai berikut :
1) Bangun pada waktu pertengahan malam dan berwudhu.
2) Melaksanakan śalat istikhārah dengan diawali niat. Niat śalat harus
dilakukan dengan ikhlas di dalam hati. Adapun bunyi niatnya jika diucapkan
sebagai berikut:
اُصَلِّيْ
سُنَّةً الْاِسْتِخَارَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “ Saya berniat śalat sunnah istikhārah dua rakaat karena Allah
Ta’ala.”
3) Pada rakaat pertama setelah
membaca surah al-Fātihah kemudian
membaca surah al-Kāfirun. Bacaan surah
al-Kāfirun boleh lebih dari satu kali, yakni tiga,
tujuh, atau sepuluh kali.
4) Pada rakaat kedua setelah
membaca surah al-Fātihah kemudian membaca
surah al-Ikhlās. Bacaan surah
al-Ikhlās boleh lebih dari satu kali, yakni tiga,
tujuh, atau sepuluh kali.
5) Setelah śalat dua rakaat, dilanjutkan dengan membaca doa istikhārah yang
diajarkan Nabi Muhammad saw. sebagai berikut :
اَللّٰهُمَّ
اِنِّيْ اَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ, وَاَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَاَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ فَاِنَّكَ تَقْدِرُوَلَا اَقْدِرُ, وَتَعْلَمُ وَلَا
اَعْلَمُ, وَاَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوْبِ, اَللّٰهُمَّ اِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ
هٰذَا الْاَمْرَ خَيْرٌ لِّيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ اَمْرِيْ,
فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ, وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْلِيْ خَيْرِ حَيْثُ كَانَ
ثُمَّ ارْضِنِيْ بِهٖ
Artinya:
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kebaikan dalam urusanku
dengan ilmu-Mu, dan aku memohon kepastian dengan kudrat-Mu. Aku memohon
keutamaan-Mu Yang agung, Bahwasannya Engkau Maha
Kuasa, sedangkan aku tidak berdaya. Engkau mengetahui segala yang
gaib. Ya Allah, engkau mengetahui segala hajatku berupa......., jika itu baik
bagiku dalam agama dan kehidupanku serta dampaknya di dunia dan
akhirat, maka jadikanlah ia untukku, berkatilah dalam meraihnya, serta
mudahkan ia untukku. Engkaupun mengetahui jika urusan ini buruk bagiku,
baik dalam urusan agamaku, kehidupanku dan dampaknya di dunia dan
akhirat, maka jauhkanlah dia dariku dan jauhkanlah aku darinya,
kemudian tetapkanlah kebaikan untukku di mana saja aku berada. Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala perkara, kemudian Engkau meridainya.”
3. Śalat
Sunnah Berjemaah atau Munfarīd
Beberapa śalat sunnah berikut ini
boleh dilaksanakan secara berjema’ah atau secara munfarīd. Adapun Śalat sunnah yang
dimaksud adalah :
a. Śalat Tarāwih
Śalat
tarāwih adalah śalat sunnah yang dilaksanakan pada malam bulan Ramadan. Hukum melaksanakan śalat tarāwih adalah sunnah mu’akkadah. Śalat
tarāwih dilaksanakan setelah Śalat Isya’ sampai waktu fajar.
Śalat
tarāwih dapat dilaksanakan delapan, dua puluh,
atau tiga puluh enam rakaat. Kita
tinggal memilih jumlah rakaat mana yang
mau dan mampu untuk dilaksanakan. Perbedaan jumlah bilangan rakaat ini tidak perlu dipermasalahkan. Yang terpenting adalah umat Islam
dapat melaksanakan dengan khusyu.
Ketika hendak melaksanakan śalat tarawih
diawali dengan niat. Niat śalat harus dilakukan
dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan bunyi niatnya adalah :
اُصَلِّيْ
سُنَّةً التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat tarāwih dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
b. Śalat Witir
Śalat
witir adalah, śalat yang dilaksanakan dengan bilangan ganjil (satu, tiga, lima, tujuh,
sembilan, atau sebelas rakaat). Hukum
melaksanakannya adalah sunnah mu’akkadah. Adapun waktu śalat witir adalah sesudah śalat Isya’ sampai
menjelang fajar śalat Subuh.
Ketika hendak melaksanakan śalat witir, maka mulailah dengan niat. Niat śalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan bunyi niat
untuk yang dua rakaat adalah :
اُصَلِّيْ
سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat witir dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
Jika diucapkan bunyi niat untuk yang satu rakaat adalah :
اُصَلِّيْ
سُنَّةً رَكْعَةَ الْوِتْرِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat satu rakaat witir karena Allah Ta’ala.”
c. Śalat Duhā
Śalat
sunnah duhā atau yang sering disebut dengan śalat
awwābin duhā adalah śalat sunnah yang
dikerjakan pada waktu matahari sudah menaik sekitar satu tombak (sekitar pukul
07.00 atau matahari setinggi sekitar tujuh hasta) hingga menjelang śalat Zuhur.
Kita dapat melaksanakan śalat duhā sebanyak 2 rakaat dan paling banyak
12 rakaat. Tata cara pelaksanaannya tidaklah sulit, sama dengan cara
melaksanakan śalat pada umumnya. Jika
kalian hendak melaksanakan, mulailah dengan niat yang tulus di dalam hati. Jika
diucapkan bunyi niatnya adalah :
اُصَلِّيْ
سُنَّةَ الضُّحٰى رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat duhā dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
d. Śalat Tahajjud
Śalat
sunnah tahajjud adalah śalat
sunnah mu’akkadah yang dilaksanakan pada
sebagian waktu di malam hari. Śalat tahajjud adalah bagian dari qiyāmullail (Śalat malam) yang
langsung diperintahkan oleh Allah Swt. melalui firmannya sebagai berikut:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً
لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (٧٩)
Artinya:
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah śalat tahajjud (sebagai suatu
ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke
tempat yang terpuji.”(QS. al-Isra’/17:79)
Tata cara melaksanakan śalat tahajjud tidak jauh berbeda dengan śalat sunnah yang lain,
yaitu :
1) Dilaksanakan pada waktu setelah śalat Isya sampai dengan fajar sidiq (menjelang
waktu Subuh) dan setelah tidur.
2) Jumlah rakaatnya paling
sedikit dua rakat dan paling banyak tidak dibatasi.
3) Dilaksanakan sendirian (munfarīd) atau
berjemaah.
4) Lebih utama setiap dua rakaat salam.
Apabila dilaksanakan empat rakaat jangan ada tasyahud
awal.
Jika kita melaksanakan śalat tahajjud, banyak manfaat atau keutamaan yang dapat kita ambil.
Keutamaan-keutamaan śalat tahajjud adalah:
• Dapat membentuk karakter/kepribadian orang saleh.
• Sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt. untuk mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat.
• Dapat mencegah diri dari perbuatan dosa.
• Dapat menghapuskan atau menghilangkan dari segala penyakit hati:
iri, dendam, tamak, dan lain sebagainya.
• Mengobati diri dari penyakit jasmani.
Ketika hendak melaksanakan śalat tahajjud diawali dengan niat yang ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan bunyi
niatnya adalah:
اُصَلِّيْ
سُنَّةَ التَّهَجُّدِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat tahajjud dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
e. Śalat Tasbih
Śalat
sunnah tasbih adalah śalat sunnah yang dilaksanakan dengan memperbanyak membaca tasbih. Śalat tasbih ini
merupakan sunnah khusus dengan
membaca tasbih sebanyak 300 kali
di dalam śalat. Hal ini pernah diajarkan
oleh Rasulullah Saw sebagaimana tertuang dalam hadis berikut :
عَنْ
اَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ اَنَّ اُمَّ سُلَيْمَ غَدَّتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ عَلِّمْنِيْ كَلِمَاتٍ اَقُوْلُهُنَّ فِيْ صَلَاتِيْ
فَقَالَ كَبِّرِيْ للهُ عَشْرًا وَسَبِّحِ اللهَ عَشْرًا وَاحْمَدِيْهِ عَشْرًا
ثُمَّ سَلِّيْ مَاشِئْتِ يَقُوْلُ نَعَمْ نَعَمْ (رَوَاهُ التِّرْمِذِيْ)
Artinya:
“Dari Anas bin Malik bahwasannya Ummu Sulaim berpagipagi menemui
Nabi saw. seraya berkata, ajarilah saya beberapa kalimat yang
saya ucapkan di dalam shalatku, maka beliau bersabda: Bertakbirlah kepada
Allah sebanyak sepuluh kali, bertasbihlah kepada Allah sepuluh kali dan
bertahmidlah (mengucapkan al hamdulillah) sepuluh kali, kemudian memohonlah
(kepada Allah) apa yang kamu kehendaki, niscaya Dia akan menjawab:
ya, ya, (Aku kabulkan permintaanmu).” (H.R. At-Tirmizi)
Secara lebih terperinci, tata cara mengerjakan śalat
tasbih ini terdiri dari dua macam cara, yaitu :
• jika dilaksanakan di malam hari, jumlah rakaatnya ada empat dengan dua kali salam.
• jika dilaksanakan di siang hari, jumlah rakaatnya ada empat dan sekali salam.
Dalam praktik pelaksanaannya śalat sunnah ini memerlukan waktu yang relatif lama, oleh karenanya śalat
tasbih dilaksanakan sesuai dengan kemampuan.
Jika mampu melaksanakannya setiap hari, laksanakanlah dalam setiap harinya.
Jika tidak mampu melaksanakannya dalam setiap harinya, laksanakan setiap hari
Jum’at. Jika tidak mampu melaksanakan setiap hari Jum’at, laksanakan setiap
sebulan sekali, setahun sekali, atau minimal seumur hidup sekali.
Ketika hendak melaksanakan śalat tasbih pada malam hari diawali dengan niat śalat tasbih dua rakaat, lalu dua rakaat lagi. Niat śalat harus
dilakukan dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan bunyi niatnya adalah :
اُصَلِّيْ
سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat śalat tasbih dua rakaat karena Allah Ta’ala.” Jika
dikerjakan pada siang hari maka langsung empat rakaat. Niat śalat
harus dilakukan dengan ikhlas di dalam
hati. Jika diucapkan maka bunyi niatnya adalah :
اُصَلِّيْ
سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Artinya
: “Saya berniat shalat tasbih empat rakaat karena Allah ta’ala”
Pada rakaat pertama urutan śalat
tasbih dan jumlah bacaan tasbihnya sebagai
berikut :
• Setelah membaca surah al-Fatihah dan surat-surat pendek, membaca tasbih 15 kali,
• Ketika ruku’ (setelah membaca do’a ruku’) membaca tasbih 10 kali.
• Ketika bangun dari ruku’ (setelah membaca do’anya) membaca tasbih 10 kali.
• Ketika sujud pertama (setelah membaca do’a sujud) membaca tasbih 10 kali.
• Ketika duduk di antara dua sujud (setelah membaca do’anya) membaca tasbih 10 kali.
• Ketika sujud kedua (setelah membaca do’anya) membaca tasbih 10 kali.
• Ketika akan berdiri untuk rakaat yang kedua
duduk dulu (duduk istirahat) membaca tasbih 10 kali,
Setelah itu berdiri untuk rakaat yang kedua
yang bacaannya sama dengan rakaat yang
pertama. Pada rakaat kedua, setelah
membaca tasyahud, baik tasyahud
awal maupun akhir, membaca tasbih 10 kali.
Dengan demikian apabila kita hitung jumlah bacaan tasbih tiap satu rakaat adalah 75
kali. Berarti jumlah keseluruhan bacaan tasbih dalam śalat tasbih adalah, 75 x 4 rakaat = 300 kali bacaan tasbih.
4. Hikmah Śalat Sunnah
Hikmah melaksanakan śalat sunnah sebagai berikut:
a. Disediakan jalan keluar dari segala permasalahan dan
persoalannya dan senantiasa akan diberikan rezeki yang cukup oleh Allah Swt.
b. Menambah kesempurnaan śalat fardu. Melaksanakan śalat sunnah memberikan manfaat untuk menyempurnakan śalat fardu, baik
dari segi kekurangan dan kesalahan melaksanakan śalat fardu.
c. Menghapuskan dosa, meningkatkan derajat keridaan Allah
Swt. serta menumbuhkan kecintaan kepada Allah Swt. Allah Swt. akan menaikkan
derajat kita di sisi-Nya, setahap demi setahap. Setiap satu kali melaksanakan śalat sunnah, maka
Allah Swt. akan menghapus satu dari dosa-dosa dan kesalahan kita. Ini merupakan
bentuk rida dan cinta Allah Swt. kepada hamba-Nya yang selalu mengupayakan untuk
dapat melaksanakan śalat-śalat sunnah.
d. Sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah Swt.
atas berbagai karunia besar yang sering kurang kita sadari. Allah Swt. akan
mengaruniakan kebaikan dan keberkahan dalam rumah kita. Setiap saat kita bisa
bernafas, bisa melihat, bisa mendengar, dan masih dapat merasakan kesemuanya
itu adalah anugerah besar yang kita harus syukuri dengan śalat sunnah.
e. Mendatangkan keberkahan pada rumah yang sering
digunakan untuk śalat sunnah.
śalat yang
dianjurkan dilaksanakan berjamaah diutamakan dilaksanakan di masjid. Sedangkan śalat sunnah yang
pelaksanakannya secara munfarīd (sendiri) sebaiknya dilaksanakan di rumah walaupun apabila
dilaksanakan di masjid juga diperbolehkan.
f. Hidup menjadi terasa nyaman dan tenteram. Bekal terbaik
di dalam menempuh perjalanan ke akhirat adalah dengan ketakwaan. Sedangkan
aspek terpenting dalam mewujudkan taqwa adalah dengan śalat,
terutama śalat sunnah sebagai
ibadah tambahan.
Kisah
Teladan
Ibnu Hajar
al-Asqalani, Tokoh Cerdas yang Rajin Śalat Tahajjud Ibnu Hajar al-Asqalani (773 H/ 1372M - 852H/ 1449 M) adalah seorang
ahli hadis yang terkemuka. Salah satu karyanya yang terkenal adalah kitab
Fathul Bari (Kemenangan Sang Pencipta), yang merupakan penjelasan dari kitab
sahih milik Imam Bukhari dan disepakati sebagai kitab penjelasan Sahih Bukhari yang
paling detail yang pernah dibuat. Dengan demikian jasa beliau dalam dunia Islam
tidak diragukan lagi.
Beliau sudah hafal al-Qur’ān ketika usianya masih 9 tahun. Pada usianya yang baru 12 tahun, Ibnu
Hajar sudah dipercaya untuk menjadi imam śalat Tārawih di Masjidil Haram. Sungguh sebuah tugas dan kepercayaan yang sangat
terpuji dan mulia.
Dikisahkan bahwa Ibnu Hajar adalah seorang yang sangat sibuk.
Hariharinya di diisi dengan berpetualang untuk menggali, mencari, dan mendalami
hadis. Beliau menelusuri berbagai pelosok wilayah untuk bertemu dengan para
ahli ilmu agama, ahli fiqih, dan ahli hadis untuk menimba ilmu kepada mereka.
Namun di balik kesibukannya, Ibnu Hajar adalah orang yang sangat rajin
beribadah. Setiap malam beliau selalu melakukan śalat
Tahajjud. Orang-orang yang sering menyertai Ibnu
Hajar menceritakan bahwa pada saat sedang bepergian pun, beliau tetap
menjalankan śalat Tahajjud. Kisah
ketekunan Ibnu Hajar yang selalu menjalankan śalat sunnah Tahajjud menjadi contoh nyata bahwa Allah Swt kemudian mengangkat derajatnya
pada tempat yang sangat terpuji. Subhanallah …!
Rangkuman
1. Śalat sunnah adalah śalat yang dianjurkan untuk mengerjakannya. Orang yang melaksanakan śalat sunnah mendapatkan pahala dan keutamaan dari Allah Swt. Namun, jika seseorang
tidak melaksanakan śalat sunnah, dia tidak berdosa.
2. Śalat-śalat sunnah yang
dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjema’ah adalah:śalat Idul Fitri, śalat Idul Adha
(hari raya Haji/Qurban), śalat Kusūfi Syamsi (gerhana matahari), śalat khusūfil Qomari (gerhana bulan), dan śalat Istisqā (memohon hujan).
3. Śalat sunnah munfarīd adalah śalat yang dilaksanakan secara individu atau sendiri. Adapun śalat
sunnah yang dilaksanakan secara munfarīd
adalah śalat rawatib, śalat tahiyatul masjid dan śalat
istikharah.
4. Sebagian śalat sunnah boleh dilaksanakan secara berjema’ah atau boleh dilaksanakan secara munfarīd. Adapun macam-macamnya adalah: śalat tarawih,
śalat witir, śalat «uha,
śalat tahajjud, dan śalat tasbih.
5. Hikmah śalat sunnah antara lain :
a. Teratasinya dari segala permasalahan dan persoalan hidup serta dansenantiasa
akan diberikan rezeki yang cukup oleh Allah Swt.
b. Menambah kesempunaan śalat fardhu.
c. Menghapuskan dosa, meningkatkan derajat keridaan Allah Swt. serta menumbuhkan
kecintaan kepada Allah Swt.
d. Sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah Swt, atas berbagai karunia
besar yang sering kurang kita sadari.
e. Mendatangkan keberkahan pada rumah yang sering digunakan untuk śalat
sunnah, hidup menjadi terasa nyaman dan
tenteram.
Sumber : ( Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas VIII Revisi 2017 Kemendikbud )
0 comments:
Post a Comment