Ketika kita melihat keluarga yang bahagia alangkah senangnya. Mereka
saling menyayangi, meng hormati, dan mengasihi. Hidup saling berbagi juga
indah. Ada orang yang membutuhkan, ada orang yang memberikan. Hidup ini terasa
sempurna jika semuanya saling memahami akan ke butuhan hidupnya masing-masing.
Akan tetapi, kita sering saksikan dalam kehidupan banyak yang jauh menyimpang
dari ajaran Islam, seperti perilaku durhaka kepada kedua orang tua, tidak
menuruti nasihat orang tua dan guru, dan tidak menghargai guru. Perilaku ini
apabila dibiarkan akan merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain
sehingga akan membuat kehidupan ini tidak nyaman dan tidak tenteram.
Sebagai anak-anak muslim, kita seharusnya tidak melakukan perilaku seperti
itu. Bahkan, kita harus menasihati teman-teman yang sering melakukan perbuatan
tersebut.
Kita harus peduli, merasakan apa yang dirasakan teman kita. Kita
wajib menghormati kedua orang tua kita yang telah membesarkan kita. Kita juga wajib
menghormati guru-guru kita karena dari merekalah kita sekarang ini bisa membaca
dan menulis.
Sikap empati atau peduli terhadap orang lain, menghormati orang
tua, serta menghormati guru merupakan perilaku terpuji yang harus dijunjung tinggi
agar kita menjadi manusia yang sempurna.
A. Mari Berempati
Empati adalah keadaan mental yang membuat orang merasa dirinya
dalam keadaan, perasaan atau pikiran yang sama dengan orang lain. Dalam istilah
lain, empati dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyadari diri sendiri
atas perasaan seseorang, lalu bertindak untuk membantunya.
Empati merupakan sifat terpuji Islam menganjurkan hambanya memiliki
sifat ini. Empati sama dengan rasa iba atau kasihan kepada orang lain yang
terkena musibah. Islam sangat menganjurkan sikap empati, sebagaimana firman
Allah Swt. dalam Q.S. an-Nisa/4: 8.
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Dan
apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik.” (Q.S. an-Nisa/4: 8).
Ayat tersebut menjelaskan apabila ada kerabat, anak yatim, dan
orang miskin yang ikut menyaksikan pembagian warisan, maka mereka diberi bagian
sekadarnya sebagai atau tali kasih. Kepedulian terhadap mereka perlu
ditumbuhkan.
Sikap empati ini akan timbul apabila:
1.
Dapat merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain,
2.
Mampu menempatkan
diri sebagai orang lain, dan
3.
Menjadi orang lain
yang merasakan.
Terkait sikap empati ini, Rasulullah saw. bersabda.
عَنْ
اَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّم, اَلْمُؤْمِنِيْنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ
بَعْضُهُ بَعْضًا (اَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ)
“Dari Abi Musa r.a. dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang
mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling
mengokohkan. (H.R. Bukhari)
Hadis di atas, secara tidak langsung
mengajarkan kepada kita untuk b isa merasakan apa yang dirasakan orang mukmin
yang lain. Apabila ia sakit, kita pun merasa sakit. Apabila ia gembira, kita
pun merasa gembira.
Allah Swt. menyuruh umat manusia untuk berempati terhadap
sesamanya. Peduli dan membantu antar sesama yang membutuhkan. Allah Swt. sangat
murka kepada orang-orang yang egois dan sombong.
Perilaku empati terhadap sesama dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan
dengan cara:
1.
peka terhadap
perasaan orang lain,
2.
membayangkan
seandainya aku adalah dia,
3.
berlatih mengorbankan
milik sendiri, dan
membahagiakan orang lain.
B. Mari Menghormati Orang Tua Kita
Siapakah orang yang paling dekat dengan kamu sejak lahir? Tentu
kedua orang tuamu, bukan? Merekalah yang membawa kamu ke dunia ini dengan izin
Allah Swt.
Jasa mereka besar sehingga kamu tidak akan mampu menghitungnya,
antara lain:
1.
Ibu mengandung
dengan penuh susah payah, dan melahirkan dengan mempertaruhkan nyawanya;
2.
Ibu menyusui selama
dua tahun dengan penuh kasih sayang dan terjaga malam hari karena memenuhi
kebutuhan anaknya;
3.
Ibu dan ayah
memelihara kita sehingga kita siap untuk hidup mandiri;
4.
Ibu dan ayah bekerja
keras untuk memenuhi keperluan keluarga;
5.
Ibu dan ayah memberi
bekal pendidikan;
6.
Ibu dan ayah
memberikan kasih sayang dengan ikhlas tanpa meminta balasan.
Begitu besar jasa orang tua sehingga kita sebagai anak wajib
hukumnya berbuat baik kepada keduanya. Allah Swt. memerintahkan kita untuk
berbuat baik kepada keduanya, sebagaimana firman-Nya:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لا
تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلا قَلِيلا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
“Dan
(ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah
selain Allah, dan berbuatbaiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia,
laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling
(mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi)
pembangkang.” (Q.S. al-Baqarah/2: 83).
Pada penggalan ayat, وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا Allah Swt. menegaskan bahwa kita harus
berbuat baik kepada kedua orang tua.
Terkait dengan ini, Imam Abu Daud dan Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis
dari Abdullah bin Amru sebagai berikut.
عَنْ
عَبْدِ اللهِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَ : جِئْتُ أُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ وَتَرَكْتُ
اَبَوَيَّ يَبْكِياَنِ فَقَالَ اَرْجِعْ اِلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا
اَبَكَيْتَهُمَا (رَوَاهُ الْبَيْهَقِى)
“Dari
Abullah bin Umar berkata. Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata,
“Aku akan berbaiat kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang
tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah saw. bersabda, “Kembalilah kepada
kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat
keduanya menangis.” (H.R. Baihaqi)
Hadis di atas menegaskan kepada kita agar tidak
sekali-kali mengecewakan kedua orang tua kita.
Perilaku menghormati kedua orang tua dapat diwujudkan dengan cara
berikut ini.
1.
Ketika orang tua
masih hidup:
a. Memperlakukan keduanya dengan sopan dan hormat;
b. Membantu pekerjaanya;
c. Mengikuti nasihatnya (apabila nasihat itu baik);
d. Membahagiakan keduanya.
2.
Ketika orang tua
sudah meninggal;
a. Jika keduanya muslim, kamu dapat mendoakan mereka setiap saat agar mendapat ampunan Allah Swt;
Doa yang diajarkan Rasulullah saw. demikian:
اللّٰهُمَّ
اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan rahmatilah mereka sebagaimana keduanya telah memeliharaku pada waktu kecil.”
b. Melaksanakan wasiatnya;
c. Menyambung dan melanjutkan silaturahmi yang dahulu sudah dilakukanoleh kedua orang tua;d. Menjaga nama baik mereka.
Umar dan Janda Tua
Pada suatu malam, Khalifah Umar bersama Aslam mengunjungi kampung yang
terpencil. Khalifah terperanjat mendengar seorang gadis kecil menangis. Mereka
segera bergegas mendekati asal suara itu. Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan
tua tengah memanaskan panci di atas tungku api, sambil mengaduk-aduk isi panci
dengan sendok kayu yang panjang.
Umar pun menanyakan perihal anaknya yang menangis itu. Ibu tersebut
menjawab, “Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan
Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat rakyatnya yang sengsara Sungguh
kejam! Sejak dari pagi kami belum makan. Anakku pun kusuruh berpuasa, dengan
harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun, ternyata tidak.
Anakku terpaksa tidur dengan perut kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil dan
memasaknya untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur. Ternyata
tidak, mungkin karena lapar, ia bangun dan menangis minta makan.”
Mendengar keluhan si Ibu, dengan air mata berlinang Khalifah Umar bangkit
dan mengajak Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Umar
segera memikul gandum di punggungnya untuk diberikan kepada janda tua yang
sengsara itu.
Ketika sampai di tempat, Khalifah Umar meletakkan karung berisi
gandum dan beberapa liter minyak samin ke tanah, kemudian memasaknya. Setelah masak
Khalifah Umar meminta Si Ibu membangunkan anaknya. Wanita itu berkata, “Terima
kasih, semoga Allah membalas perbuatanmu.”
Sebelum pergi Khalifah Umar menyuruh si Ibu untuk datang menemui Khalifah
Umar, karena Khalifah akan memberikan haknya sebagai penerima santunan negara.
Esok harinya wanita itu pergi menemui Khalifah Umar bin Khattab
r.a. Tatkala wanita tersebut bertemu dengan sang Khalifah, betapa terkejutnya
dia. Tak dinyana Khalifah Umar adalah orang yang memanggulkan dan memasakkan gandum
tadi malam.
(Sumber: Kisah Penuh Hikmah, Anisa Widiyarti)
C.
Mari Menghormati Guru
Kita harus berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua. Kita
juga diperintahkan untuk berbuat baik atau berbakti kepada guru. Gurulah yang
telah mendidik dan mengajarkan ilmu kepada kita. Sebagai pendidik, guru
membentuk kita menjadi manusia yang beriman, mengerti baik dan buruk, berbudi
pekerti luhur, dan menjadi orang yang bertanggung jawab, baik kepada diri
sendiri, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Gurulah yang menjadikan kita orang yang pandai dan memahami ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, kita akan memperoleh kedudukan yang tinggi di ha dapan Allah
Swt., sebagaimana firman-Nya.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“...Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang
berilmu pengetahuan beberapa derajat...” (Q.S. al-Mujadalah/58: 11)
Cara berbakti kepada guru, antara lain dengan bersikap:
1.
Mengucapkan salam
apabila bertemu;
2.
Memperhatikan
apabila diajak bicara di dalam dan di luar kelas;
3.
Rendah hati, sopan,
dan menghargai;
4.
Melaksanakan
nasihatnya;
5.
Melaksanakan tugas
belajar dengan ikhlas
Imam Syafi’i Hormat kepada Gurunya
Dikisahkan, Imam Syafi’i yang sedang mengajar santri-santrinya di
kelas, tiba-tiba dikejutkan kedatangan dengan seseorang berpakaian lusuh, kumal
dan kotor. Seketika itu Imam Syafi’i mendekati dan memeluknya. Para santri kaget
dan heran melihat perilaku gurunya itu. Mereka bertanya: “Siapa dia wahai Guru,
sampai engkau memeluknya erat-erat. Padahal ia kumuh, kotor, dan menjijikkan?”
Imam Syafi’i menjawab: “Ia guruku. Ia telah mengajariku tentang
perbedaan antara anjing yang cukup umur dengan anjing yang masih kecil.
Pengetahuan itulah yang membuatku bisa menulis buku fiq ini.”
Sungguh mulia akhlak Imam Syafi’i. Ia menghormati semua
guru-gurunya, meskipun dari masyarakat biasa.
D.
Rangkuman
1.
Empati adalah
keadaan mental yang membuat orang merasa dirinya dalam keadaan, perasaan atau
pikiran yang sama dengan orang lain.
2.
Perilaku empati
dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan peka terhadap perasaan
orang lain, membayangkan seandainya dia adalah aku, berlatih mengorbankan milik
sendiri, dan membahagiakan orang lain.
3.
Ketika orang tua
masih hidup cara menghormatinya:
a. Memperlakukan keduanya dengan sopan dan hormat,
b. Membantu pekerjaan di rumah, mengikuti nasihatnya,
c. Membantu kehidupan ekonominya.
4.
Ketika orang tua
sudah meninggal, cara menghormatinya adalah:
a. Melaksanakan wasiatnya,
b. Menyambung dan melanjutkan silaturahmi yang dahulu sudah dilakukan oleh kedua orang tua,
c. Menjaga nama baik mereka,
5.
Cara berbakti kepada
guru, antara lain dengan bersikap:
a. Rendah hati, sopan, dan menghargai,
b. Melaksanakan nasihatnya,
c. Mengucapkan salam apabila bertemu,
d. Memperhatikan apabila diajak bicara di kelas,
e. Melaksanakan perintahnya dengan ikhlas.
Sumber : ( Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas VII Revisi 2017 Kemendikbud )
0 comments:
Post a Comment